STRATEGI
PENGEMBANGAN SOSIAL EMOSI ANAK USIA DINI
“PENGEMBANGAN
KEMAMPUAN KERJASAMA ANAK USIA 4-5 TAHUN MELALUI PERMAINAN MENYUSUN PUZZLE BERKELOMPOK”
Guna Memenuhi Tugas Ujian Akhir Mata Kuliah Pengembangan Bahasa
dan Sosial Anak Usia Dini
Dosen Pengampu: Dr. Sofia Hartati, M.Pd
Disusun Oleh:
Desri Yanti
7516167989
PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2016
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Makalah Strategi Pengembangan Sosial Emosi
Anak Usia Dini: “Pengembangan Kemampuan Kerjasama Anak Usia 5 - 6 Tahun Melalui
Permainan Menyusun Puzzle
Berkelompok”
Makalah
ini berisi tentang informasi mengenai strategi pengembangan sosial emosi pada
anak usia dini khususnya dalam makalah ini membahas lebih dalam mengenai
strategi seperti apa dalam meningkatkan kemampuan kerja sama pada anak usia
dini melalui permianan puzzle berkelompok.
Penulis
menyadari makalah ini masih memiliki banyak kekurangan oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi
kesempurnaan makalah ini
Akhir
kata penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan Yang Maha Esa
senantiasa menyertai segala usaha kita. Amin
Jakarta, 19 Desember 2016
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pendidikan Anak
Usia Dini adalah pendidikan untuk anak usia 0 - 8 tahun. Anak pada masa ini
biasanya disebut pula dengan anak masa awal (early childhood), dimana masa ini merupakan masa-masa terpenting
bagi perkembangan anak. Pada masa ini merupakan masa keemasan (the golden age), anak dapat dengan mudah
menerima berbagai informasi atau pengetahuan yang diberikan pada anak.
Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 28
ayat 1 menyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) diselenggarakan
sebelum jenjang pendidikan dasar. Pendidikan anak usia dini dapat
diselenggarakan melalui jalur formal, non-formal, serta informal, dan terbagi
atas tempat penitipan anak, kelompok bermain, serta Taman kanak-kanak.
Pada masa
keemasan anak usia dini, yang mana berbagai pertumbuhan dan perkembangan mulai dan
sedang berlangsung, seperti perkembangan fisiologis, bahasa, sosial emosional,
motorik dan kognitif. Perkembangan ini akan menjadi dasar bagi perkembangan
anak selanjutnya. Aspek perkembangan anak yang perlu dikembangkan oleh pendidik
salah satunya aspek perkembangan sosial. Sejak dini anak harus diajarkan untuk
memiliki sikap kerjasama yang baik dengan teman sebaya, hal ini dapat diperoleh
anak dari lingkungan keluarga, masyarakat dan lingkungan sekolah yaitu pertama
kali anak memasuki sekolah seperti pendidikan anak usia dini dan taman
kanak-kanak.
Kemampuan
kerjasama anak ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor kondisi baik kondisi
anak dan lingkungan sosialnya, orang tuanya, teman sebaya maupun masyarakat
sekitar. Apabila kondisi lingkungan anak dapat memfasilitasi dan memberi ruang
positif maka anak akan dapat meningkatkan kemampuan kerjasamanya dengan baik,
begitupun sebaliknya. Namun, anak akan memiliki kemampuan kerjasama yang baik,
apabila orang tua memberikan pola asuh yang baik, tidak banyak para orang tua
tidak memperhatikan bahwa kemampuan kerjasama itu penting untuk diperhatikan
pada kehidupan anak. Hal ini dikarnakan anak akan dapat mempelajariya sendiri
nanti ketika ia memasuki masa sekolah, padahal kemampuan kerjasama anak juga
diperoleh di dalam keluarga dan lingkungan sekitar.
Berdasarkan
hasil observasi tentang kemampuan kerjasama anak-anak masih kurang atau dapat
dikatakan rendah, misalnya: saat kegiatan berkelompok belum mau berbagi alat
dan bahan, anak belum mau menolong, anak suka bermain sendiri, ingin menguasai
mainan sendiri, dan ada beberapa anak yang hanya bermain dengan teman yang
sama. Guru kurang menggunakan media seperti halnya puzzle dalam kegiatan pembelajaran, hanya meminta anak untuk
mengerjakan lembar kerja pada buku, mewarnai, dan hanya kegiatan menempel.
Selain itu kurangnya pengetahuan guru tentang metode peningkatan kerjasama
anak.
Oleh karena itu,
penulis terdorong untuk meningkatkan kemampuan kerjasama anak. Penulis ingin
meningkatkan kemampuan kerjasama melalui
permainan menyusun puzzle berkelompok
sehingga anak tidak merasa terbebani atau terpaksa karena dilakukan dengan cara
bermain, selain itu anak bisa membangun pengetahuan dengan sendirinya.
Melalui
permainan menyusun puzzle berkelompok
diharapkan dapat mengembangkan keterampilan anak dalam bekerjasama dengan orang
lain dan anak dapat mengembangkan kemampuan sosialnya dengan berinteraksi
dengan teman, melatih kesabaran, sikap sportif, persaingan yang sehat, mau
mengalah, menerima kekalahan dan memberi selamat pada teman yang menang. Media puzzle yang kita kenal selama ini dalam
kegiatan sehari-hari hanya digunakan untuk bermain sendiri atau dapat dikatakan
sebagai permainan individual.
Selain dapat
secara individual puzzle juga dapat
dimainkan secara bersama-sama, puzzle
dipilih karena memiliki beberapa manfaat dan kelebihan antara lain: isi media puzzle berguna dan penting bagi anak,
menarik minat anak didik, mudah didapat, tidak terbuat dari bahan yang
membahayakan dan tidak menimbulkan kerugian. Puzzle mempunyai sisi kreatif dengan kualitas teknis yang baik
selain itu gambarannya jelas dan menarik. Adanya
masalah pada kemampuan kerjasama anak menjadikan dasar bagi penulisan makalah
ini.
B.
Perumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan
rumusan maslah dalam makalah ini yaitu:
1.
Apa yang dimaksud dengan kemampuan kerja
sama anak usia 4-5 tahun?
2.
Bagaimana prosedur pelaksanaan permainan
puzzle berkelompok untuk anak usia 4-5 tahun?
3.
Bagaimana proses penerapan permainan puzzle berkelompok dapat meningkatkan
kemampuan kerjasama anak usia 4-5 tahun?
C.
Tujuan
Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan
sebelumnya, yang menjadi tujuan penelitian ini yaitu:
1.
Untuk mengetahui definisi kemampuan
kerja sama anak usia 4-5 tahun
2.
Untuk mengetahui prosedur pelaksanaan
permainan puzzle berkelompok untuk anak usia 4-5 tahun.
3.
Untuk mengetahui proses penerapan
permainan puzzle berkelompok dapat
meningkatkan kemampuan kerjasama anak usia 4-5 tahun.
D.
Kegunaan
Hasil Penelitian
Adapun manfaat penelitian dapat di rangkum kedalam
dua bagian yaitu :
1.
Manfaat Teoritis
Manfaat penelitian secara umum untuk
memberikan pengetahuan tentang betapa pentingnya kemampuan kerjasama itu untuk
anak dan harus ditanam kepadanya sejak usia dini.
2.
Manfaat Praktisi
a. Bagi
guru, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan kerjasama anak.
b. Bagi
anak, diharapkan kemampuan kerjasama nya dapat terus meningkat.
BAB
II
KAJIAN
TEORETIK
A. Perkembangan Sosial Anak Usia 4-5
tahun
1. Pengertian Perkembangan Sosial Anak
Perkembangan sosial biasanya dimaksudkan sebagai perkembangan
tingkah laku anak dalam menyesuaikan diri dengan aturan-aturan yang berlaku di
dalam masyarakat dimana anak berada.[1]Secara
hakiki manusia merupakan makhluk sosial, sejak manusia dilahirkan, ia sudah
membutuhkan pergaulan dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan biologisnya,
yaitu makanan, minuman. Kelak ketika ia sudah mulai bergaul dengan kawan-kawan
sebayanya, ia tidak lagi hanya menerima kontak sosial, tetapi ia juga dapat
memberikan kontak sosial. Ia mulai mengerti bahwa dalam kelompok sepermainannya
terdapat peraturan-peraturan tertentu dan norma-norma sosial yang harus ia
patuhi[2]
Senada dengan pendapat Gerungan Semakin bertambahnya usia anak yang menjadikan
anak semakin matang akan mengakibatkan semakin meningkat pula kemampuan sosial
anak tersebut. Namun perkembangan sosial yang sebenarnya adalah karena adanya
latihan terhadap tingkah laku orang-orang disekitar anak, sehingga anak dapat
belajar dari tanggapan orang lain terhadap anak.
Perkembangan sosial seorang anak diperoleh selain dari
proses kematangan juga melalui kesempatan belajar dari respons terhadap
tingkah laku anak[3]. Perkembangan
sosial anak meliputi 2 aspek, yaitu: (1). Kompetensi sosial yang mengambarkan
kemampuan anak untuk beradaptasi dengan lingkungan sosialnya secara efektif,
seperti mau bergantian mainan. (2). Tanggung jawab sosial antara lain
ditunjukkan dengan komitmen anak terhadap tugas-tugasnya, menghargai pendapat
individual, memperhatikan lingkungannya, serta mampu menjalankan fungsinya
sebagai warga negara yang baik. Tentu saja perkembangan sosial tersebut
berjalan secara bertahap[4].
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
perkembangan sosial merupakan perkembangan tingkah laku atau kemampuan
seseorang dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya sesuai aturan dan norma
yang berlaku di dalamnya, dimana ia tidak hanya menerima kontak sosial
melainkan juga harus dapat memberikan kontak sosial. Kemampuan sosial seseorang
dapat dilatih melalui hubungannya dengan orang-orang di sekeliling anak. Melalui
hubungan dengan kedua orang tuanya anak mampu mengembangkan kemampuan sosial
dalam dirinya. Namun seiring bertambahnya usia anak, yaitu dimana anak mulai
mengenal lingkungan luar seperti sekolah maka kemampuan sosial yang dibutuhkan
pun juga berbeda. Kemampuan sosial anak tersebut dapat dikembangkan melalui
kegiatan yang dilakukan anak dengan teman sebaya di sekolah. Kemampuan sosial
dalam penelitian ini adalah kemampuan anak dalam bekerjasama dengan teman satu kelompoknya.
2. Tahap Perkembangan Psikososial
Kemampuan sosial tiap-tiap anak sudah berbeda, hal itu dikarenakan adanya latihan
dan stimulasi yang diberikan tiap orang tua juga berbeda. Namun meskipun
tingkat kemampuan sosial tiap anak berbeda tetapi semua anak memiliki tahapan
perkembangan sosial yang sama. Ada delapan tahap perkembangan psikososial pada
anak menurut Erik Eriksson adalah sebagai berikut[5]
:
a) Ttrust versus mistrust (0-1 tahun). Anak mendapat rangsangan dari lingkungan.
Bila dalam merespon rangsangan anak mendapat pengalaman yang menyenangkan, maka
akan tumbuh rasa percaya diri. Sebaliknya, bila mendapat pengalaman tidak
menyenangkan akan menimbulkan rasa curiga dan tidak percaya kepada orang lain.
b) Autonomy
versus shame and doubt (2-3 tahun). Anak harus sudah mampu menguasai
kegiatan meregangkan atau melemaskan seluruh otot-otot tubuhnya seperti berjalan
dan berlari. Bila ia diberikan kebebasan bergerak dan mampu menguasai anggota
tubuhnya ia akan mengembangkan rasa percaya diri. Sebaliknya, bila lingkungan
tidak memberi kepercayaan atau terlalu banyak mendikte akan menumbuhkan rasa malu
dan ragu-ragu pada anak-anak.
c) Initiative versus guilt (4-5 tahun)
Anak harus dapat menunjukkan sikap inisiatif, mulai lepas dari ikatan orang
tua, bergerak bebas, dan berinteraksi dengan lingkungannya. Kondisi lepas dari
orang tua menimbulkan keinginan untuk berinisiatif. Keadaan sebaliknya
menimbulkan rasa bersalah.
d) Industry versus inferiority (6 tahun sampai pubertas). Anak harus dapat
melaksanakan tugas-tugas perkembangan untuk menyiapkan diri memasuki masa
dewasa. Anak perlu memiliki suatu keterampilan tertentu. Bila anak mampu
menguasai suatu keterampilan tertentu maka dapat menimbulkan rasa berhasil. Sebaliknya,
bila tidak menguasai, akan menimbulkan rasa rendahdiri.
e) Identity putation reand versus identity diffusion (masa remaja). Masa remaja adalah masa mencari
identitas diri, masa mencari dan mendapatkan peran dalam masyarakat. Seorang remaja
akan berhasil memperoleh identitas diri jika ia dapat memenuhi tuntutan
biologis, psikologis, dan sosial yang ada dalam kehidupan. Sebaliknya, jika
tidak berhasil maka ia akan mengalami krisis identitas.
f) Tahap intimacy and solidarity versus isolation (masa
dewasa awal)
Seseorang yang berhasil mencapai integritas identitas diri akan mampu
menjalin keintiman dengan orang lain dan diri sendiri. Jika seorang dewasa muda
masih takut kehilangan diri sendiri ketika menjalin hubungan erat dengan orang
lain, berarti ia kurang mampu melebur identitas dirinya dengan orang lain. Hal
itu menunjukkan ketidakmampuan individu tersebut menumbuhkan keintiman dengan
orang lain. Jika seseorang gagal menjalin hubungan yang bersifat intim, ia akan
mengucilkan diri.
g) Generativity versus stagnation (masa dewasa) Pada tahap ini individu berperan sebagai
orang dewasa yang produktif, yang mampu menyumbangkan tenaga dan pikirannya
bagi masyarakat. Seseorang yang berhasil melakukan perannya seperti tuntutan
masyarakat, dalam dirinya akan tumbuh perasaan ingin berkarya, sebaliknya,
individu yang tidak mampu berperan, perkembangan dirinya akan mengalami
stagnasi.
h) Integrity versus despair (masa tua)
Seseorang yang telah mencapai integritas diri biasanya telah bisa memahami
hidup. Integritas diri adalah menerima segala keterbatasan yang ada dalam
kehidupan serta memiliki rasa bahwa ia adalah bagian dari sejarah kehidupan.
Bila dalam hidupnya seseorang merasa tidak berbuat apa-apa, menyesali hidup,
dan takut menghadapi kematian, maka akan timbul rasa putus asa. Sebaliknya bila
ia sering berhasil, maka akan mengembangkan integritas dirinya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa
tahap perkembangan psikososial anak taman kanak-kanak menurut Erik Erikson
berada pada tahap initiative versus guilt, dimana pada tahap ini anak
harus mampu lepas dari ketergantungannya terhadap orang tua dan mulai melakukan
interaksi dengan lingkungan sekitar, yaitu dengan anak-anak yang lain. Tahap
perkembangan psikososial dalam penelitian ini mencakup kemampuan anak untuk
bergabung dalam kelompoknya dan berinteraksi dengan teman satu kelompoknya.
3.
Pola
Perilaku Sosial Anak
Terdapat tujuh pola perilaku sosial anak antara lain[6]:
a. Meniru
Agar sama dengan kelompok, anak meniru sikap dan perilaku orang yang sangat
ia kagumi.
b. Persaingan
Keinginan untuk mengungguli dan mengalahkan orang-orang lain sudah tampak
pada usia empat tahun. Hal ini dimulai dari rumah dan kemudian berkembang dalam
bermain dengan anak di luar rumah.
c. Kerjasama
Pada akhir tahun ketiga bermain kooperatif dan kegiatan kelompok mulai
berkembang dan meningkat baik dalam frekuensi maupun lamanya berlangsung,
bersamaan dengan meningkatnya kesempatan untuk bermain dengan anak lain.
d. Simpati
Simpati membutuhkan pengertian tentang perasaan-perasaan dan emosi orang
lain maka hal ini hanya kadang-kadang timbul sebelum tiga tahun. Semakin banyak
kontak bermain semakin cepat simpati akan berkembang.
e. Empati
Selain membutuhkan pengertian tentang perasaan dan emosi orang lain tetapi
juga membutuhkan kemampuan untuk membayangkan diri sendiri di tempat orang
lain. Relatif sedikit anak yang dapat melakukan hal ini sampai awal masa
kanak-kanak berakhir
f. Dukungan sosial
Menjelang berakhirnya masa awal kanak-kanak, dukungan dari teman-teman
menjadi lebih penting daripada persetujuan orang-orang dewasa. Anak beranggapan
bahwa perilaku nakan dan menganggu merupakan cara untuk memperoleh dukungan
dari teman-teman sebayanya.
g. Membagi
Dari pengalaman bersama orang-orang lain, anak mengetahui bahwa salah satu
cara untuk memperoleh persetujuan sosial adalah dengan membagi miliknya,
terutama mainan untuk anak-anak lain. Lambat laun sifat mementingkan diri
sendiri berubah menjadi sifat murah hati.
h. Perilaku akrab
Anak yang pada waktu bayi memperoleh kepuasan dari hubungan yang hangat,
erat, dan personal dengan orang lain berangsur-angsur memberikan kasih sayang
kepada orang-orang di luar rumah, seperti guru atau benda-benda mati seperti
mainan kegemaran atau bahkan selimut. Benda-benda ini disebut obyek kesayangan.
Pola perilaku sosial dalam penelitian ini adalah kerjasama, simpati, dam
membagi. Permainan menyusun puzzle berkelompok akan memunculkan rasa
kerjasama, karena dilakukan secara berkelompok. Interaksi akan terjadi di dalam
kelompok tersebut, sehingga perilaku simpati dan membagi diantara anak dapat
dimunculkan.
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Perkembangan Sosial Anak
Perkembangan
sosial anak usia dini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu[7]:
1)
Adanya kesempatan untuk bergaul dengan
orang-orang yang ada di sekitarnya dengan berbagai usia dan latar belakang.
2) Adanya
minat dan motivasi untuk bergaul dan bersosialisasi dengan lingkungan.
3) Adanya
bimbingan dan pengajaran dari orang lain, yang biasanya menjadi “model” untuk
anak.
4) Adanya
kemampuan berkomunikasi yang baik yang dimiliki anak.
B.
Kemampuan Kerjasama pada Anak Usia 4-5
Tahun
1.
Pengertian Kerjasama
Kemampuan
kerjasama anak usia dini sangat penting. Kerjasama merupakan suatu bentuk
interaksi sosial di mana tujuan anggota kelompok yang satu berkaitan erat
dengan tujuan anggota kelompok yang lain atau tujuan kelompok secara
keseluruhan sehingga seseorang individu hanya dapat mencapai tujuan bila
individu lain juga mencapai tujuan[8].
Senada dengan Patmonodewo kerjasama merupakan usaha
terkoordinasi di antara anggota kelompok atau masyarakat yang diarahkan untuk
mencapai tujuan bersama[9].
Lebih lanjut Susanto menyatakan bahwa kerjasama adalah suatu bentuk interaksi
sosial di mana tujuan anggota kelompok yang satu berkaitan erat dengan tujuan
anggota kelompok yang lain atau tujuan kelompok secara keseluruhan sehingga
seseorang individu hanya dapat mencapai tujuan bila individu lain juga mencapai
tujuan[10].
Kepribadian orang yang terdekat akan mempengaruhi perkembangan sosial seseorang
termasuk kemampuan kerjasamanya. Kerjasama dan hubungan dengan teman berkembang
sesuai dengan bagaimana pandangan anak terhadap persahabatan. Dalam periode
prasekolah, anak dituntut untuk mampu menyesuaikan diri dengan berbagai
tatanan, yaitu keluarga, sekolah, dan teman sebaya[11].
Sependapat
dengan Susanto menurut Yusuf kerjasama (cooperation),
yaitu “sikap mau bekerjasama dengan kelompok”. Salah satu sikap yang dapat
diajak dalam menyelesaikan sesuatu (kegiatan) secara bersama dalam suatu
kelompok.[12]
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
kerjasama merupakan suatu bentuk interaksi sosial yaitu usaha terkoordinasi
diantara anggota kelompok atau masyarakat yang diarahkan untuk mencapai tujuan
bersama, sehingga seseorang individu hanya dapat mencapai tujuan bila individu
lain juga mencapai tujuan. Kemampuan kerjasama harus dimunculkan sejak dini
yaitu mulai dari pendidikan anak usia dini khususnya taman kanak-kanak.
Kerjasama dalam makalah ini adalah suatu bentuk interaksi atau usaha yang
terkondisi diantara anggota kelompok yang terdiri dari 4-5 anak pada kelompok
A1 untuk menyelesaikan tujuan dalam menyusun kepingan puzzle menjadi
bentuk yang utuh.
2. Ciri-ciri Kemampuan Kerjasama Anak Usia 4-5 Tahun
Ciri-ciri seorang anak yang dapat bekerjasama menurut
Lembaga Pusat Studi Pendidikan Anak Usia Dini Lembaga Penelitian Universitas
Negeri Yogyakarta adalah ketika anak tersebut[13]
:
a. Dapat bergabung dalam permainan kelompok.
b. Dapat terlibat aktif dalam permainan kelompok.
c. Bersedia berbagi dengan teman-temannya
d. Mendorong anak lain untuk membantu orang lain.
e. Merespon dengan baik bila ada yang menawarkan bantuan.
f. Bergabung bermain dengan teman saat istirahat.
g. Mengucapkan terima kasih apabila dibantu teman.
David, dkk berpendapat terdapat empat elemen dasar
dalam belajar bekerjasama yaitu[14]:
a. Adanya saling ketergantungan yang menguntungkan pada
anak dalam melakukan usaha secara bersama-sama,
b. Adanya interaksi langsung diantara para anak dalam
satukelompok,
c. Tiap-tiap anak memiliki tanggung jawab untuk bisa
menguasai materi yang diajarkan, dan
d. Penggunaan yang tepat dari kemampuan intrapersonal dan
kelompok kecil yang dimiliki oleh setiap anak.
Berdasarkan Dari penjelasan di atas
tentang ciri-ciri kemampuan kerjasama terdapat unsur kesamaan, yaitu menurut
David, dkk adanya interaksi langsung diantara para anak dalam satu kelompok,
memiliki kesamaan dengan dapat terlibat aktif dalam permainan kelompok menurut
Pusat Studi Pendidikan Anak Usia Dini Lembaga Penelitian Universitas Negeri
Yogyakarta. Dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri kemampuan kerjasama anak usia
4-5 tahun adalah ketika anak:
a. Dapat bergabung dalam permainan kelompok.
b. Dapat terlibat aktif dalam permainan kelompok.
c. Bersedia berbagi dengan teman-temannya.
d. Merespon dengan baik bila ada yang menawarkan bantuan.
e. Saling ketergantungan yang menguntungkan dalam
permainan kelompok.
f. Memiliki tanggung jawab menguasai materi dalam
permainan.
3. Faktor-faktor yang Menentukan dalam Kerjasama Anak
Dalam hubungan kerjasama terdapat empat faktor yang menentukan.
Faktor-faktor tersebut antara lain[15]:
a. Lingkungan masyarakat.
Lingkungan masyarakat sekitar anak dapat berpengaruh
terhadap hubungan kerjasama yang ada di dalamnya. Anak-anak yang berasal dari
wilayah perkotaan lebih kompetitif dibandingkan dengan anak-anak pedesaan.
b. Komunikasi
Dalam hubungan kerjasama komunikasi antar anggota
sangat diperlukan dalam kelompok. Pada umumnya, semakin banyak komunikasi yang
dilakukan semakin besar kemungkinan terjadinya kerjasama. Komunikasi
memungkingan anggota pemain saling mendorong untuk kerjasama, mendiskusikan
rencana mereka, membuat perjanjian, saling meyakinkan bahwa mereka dapat
dipercaya, serta saling mengenal satu sama lain.
c. Ukuran kelompok
Bila ukuran kelompok bertambah, kerjasama akan
berkurang. Semakin besar ukuran kelompok semakin sering muncul persaingan,
selain itu kelompok yang lebih besar merasakan tekanan yang lebih sedikit untuk
bekerjasama karena adanya penyebaran tanggung jawab di antara anggota kelompok.
d. Hubungan timbal balik
Dalam interaksi, persaingan awal akan menimbulkan
persaingan yang lebih besar, dan kadang-kadang kerjasama disusul kerjasama
berikutnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
faktor yang menentukan dalam kerjasama pada penelitian ini meliputi komunikasi
dan ukuran kelompok. Komunikasi sangat diperlukan dalam bekerjasama karena
untuk berinteraksi dalam suatu kelompok memerlukan percakapan / komunikasi.
Kerjasama dapat berjalan dengan baik apabila komunikasi yang terjadi juga baik
dan sering dilakukan. Sedangkan ukuran kelompok berpengaruh pada tanggung jawab
anggota terhadap kelompoknya. Ukuran kelompok yang terlalu besar dalam
penelitian ini akan menyebabkan penyebaran tanggung jawab di antara anggota
kelompok, sehingga kerjasama tidak berjalan maksimal.
4. Manfaat Kerjasama Anak Usia 4-5 Tahun
Belajar bekerjasama akan dapat mengembangkan kemampuan
sosial anak dan juga dapat mengembangkan kecerdasan interpersonal anak. Sharan
dan Sharan berpendapat bahwa kegiatan kerjasama dapat membangun kemampuan
kerjasama seperti komunikasi, interaksi, rencana kooperatif, berbagi ide,
pengambilan keputusan, mendengarkan, bersedia untuk berubah, saling tukar ide,
dan memadukan ide. Melakukan kegiatan bekerjasama dalam kelompok perlu
dikenalkan sejak anak usia dini guna mengembangkan kemampuan sosialnya[16].
Pembelajaran kerjasama dalam kelompok banyak digunakan pada pembelajaran anak
usia dini karena dianggap sesuai untuk melatih sosial dan kemampuan
bekerjasama. Melalui permainan yang melibatkan anak dalam suatu kelompok
diharapkan mampu mengembangkan kemampuan sosial anak terutama dalam hal
kemampuan bekerjasama dengan teman dalam kelompok[17].
Berkat
perkembangan sosial, anak dapat menyesuaikan dirinya dengan kelompok teman
sebaya maupun dengan lingkungan masyarakat sekitarnya. Dalam proses belajar di
sekolah, kematangan perkembangan sosial ini dapat dimanfaatkan atau dimaknai
dengan memberikan tugas-tugas kelompok,
baik yang membutuhkan tenaga fisik (membersihkan kelas dan halaman sekolah), maupun tugas yang
membutuhkan pikiran (menyusun puzzle,
bermain menyusun balok). Belajar bekerjasama akan dapat mengembangkan kemampuan
sosial anak dan juga dapat mengembangkan kecerdasan interpersonal anak. Sharan
dan Sharan mengatakan kegiatan kerjasama dapat membangun kemampuan kerjasama
seperti komunikasi, interaksi, rencana kooperatif, berbagi ide, pengambilan
keputusan, mendengarkan, bersedia untuk berubah, saling tukar ide, dan
memadukan ide[18].
Melakukan
kegiatan bekerjasama dalam kelompok perlu dikenalkan sejak anak usia dini guna
mengembangkan kemampuan sosialnya. Suyanto mengatakan pembelajaran kerjasama
dalam kelompok banyak digunakan pada pembelajaran anak usia dini karena
dianggap sesuai untuk melatih sosial dan kemampuan bekerjasama[19]. Lebih lanjut Suyanto mengatakan belajar bekerjasama akan mendorong anak belajar lebih
banyak materi pelajaran, merasa lebih nyaman dan termotivasi untuk belajar,
mencapai hasil belajar yang tinggi, memiliki kemampuan yang baik untuk berfikir
kritis, memiliki sikap positif terhadap obyek studi, menunjukkan kemampuan yang
baik dalam aktivitas kerjasama, memiliki aspek psikhis yang lebih sehat dan
mampu menerima perbedaan yang ada diantara teman satu kelompok[20].
Berdasarkan
pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa manfaat kerjasama anak usia dini yaitu
membangun kemampuan komunikasi, interaksi, rencana kooperatif, berbagi ide,
pengambilan keputusan, mendengarkan, bersedia untuk berubah, saling tukar ide,
dan anak akan bertambah sikap tanggung jawabnya terhadap dirinya sendiri maupun
anggota kelompoknya, anak akan bangkit sikap solidaritasnya dengan membantu
teman yang memerlukan bantuannya.
5. Macam-macam Permainan Kerjasama
Jenis permainan yang
dapat dilakukan secara berkelompok untuk meningkatkan kemampuan[21]:
a. Puzzle
Puzzle
adalah permainan menyusun suatu gambar atau benda yang telah dipecah dalam
beberapa bagian.
1) Jingsaw
Jingsaw
adalah permainan susun gambar yang terdiri dari 2 sampai tak terbatas jumlah
kepingannya dengan bentuk yang tidak beraturan.
2) Lego
Lego
adalah jenis mainan yang dapat digunakan untuk membuat bangunan, mobil,
binatang ataupun monster.
3) Duplo
Duplo
adalah jenis mainan bongkar pasang yang dapat dibongkar-pasang seperti halnya
lego, namun pada duplo terdapat balok-balokan, pelat dasar, gerbong, binatang,
orang, rel, dan lain-lain.
Jenis permainan kerjasama yang digunakan
dalam makalah ini adalah permainan puzzle.
C. Permainan Menyusun Puzzle Berkelompok
1. Pengertian Permainan Puzzle
Di
awali dengan istilah bermain, bermain membawa harapan dan antisipasi tentang
dunia yang memberi kegembiraan dan memungkinkan anak berkhayal seperti sesuatu
atau seseorang, suatu dunia yang di persiapkan untuk berpetualang dan
mengadakan telaah, suatu dunia anak-anak Bermain juga merupakan tuntunan dan
kebutuhan yang esensial bagi anak usia dini dan anak taman kank-kanak.[22]. Dalam aktivitas bermain anak
memerlukan alat permainan yang bervariasi, sehingga bisa anak bosan dengan
permainan yang satu, dapat memilih permainan yang lainnya. Misalnya anak-anak
tidak hanya menghabiskan waktunya untuk bermain dengan pasir, ataupun krayon
saja. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, puzzle
adalah teka-teki. Puzzle adalah
permainan menyusun suatu gambar atau benda yang telah dipecah dalam beberapa bagian [23]. Puzzle
adalah permainan menyusun suatu gambar atau benda yang
telah dipecah dalam beberapa bagian[24].
Sedangkan menurut Ismail puzzle merupakan media sederhana yang dimainkan
dengan bongkar pasang.Puzzle terdiri dari kepingan-kepingan yang dapat
dibuat dari karton / kardus, kayu, plastik, maupun spon.[25]
Senada dengan Ismail Bermain puzzle menurut Saputra dan Rudyanto adalah kegiatan membongkar dan
menyusun kembali kepingan puzzle menjadi bentuk utuh. Kegiatan ini
bertujuan melatih koordinasi mata, tangan dan pikiran anak dalam menyusun
kepingan puzzle yang terdiri dari berbagai bentuk yang berbeda dengan
cara mencocokkan potongan gambar satu dengan lainnya sehingga membentuk satu
gambar yang utuh dan baik[26].
Kelompok merupakan kumpulan 2 orang atau lebih yang saling berinteraksi antara
anggotanya.[27] Sejalan
dengan hal tersebut menurut Abu Huraerah dan Purwanto kelompok adalah
sekumpulan orang yang terdiri paling tidak sebanyak dua atau lebih yang
melakukan interaksi satu dengan yang lainnya dalam suatu aturan yang saling
mempengaruhi pada setiap anggotanya.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa permainan
puzzle berkelompok merupakan alat permainan edukatif menyusun
suatu gambar atau benda yang telah dipecah dalam beberapa bagian yang terbuat
dari bahan karton / kardus, kayu, plastik, maupun spon yang dilakukan
secara berkelompok yang dapat merangsang berbagai kemampuan anak, yang
dimainkan dengan cara membongkar pasang kepingan puzzle berdasarkan
pasangannya. Permainan dalam makalah merupakan kegiatan menyusun puzzle secara berkelompok dengan tujuan
menyusun kepingan-kepingan puzzle
menjadi bentuk utuh. Media puzzle yang
digunakan adalah puzzle yang terbuat dari bahan kayu.
2.
Macam-Macam
Puzzle Berkelompok
Terdapat bermacam-macam media puzzle yang
sering kita jumpai di lingkungan sekolah. Adapun macam-macam puzzle antara
lain: puzzle bentuk atau gambar- gambar yang disukai anak seperti buah-buahan,
tanaman, pekerjaan, alat transportasi, bentuk-bentuk geometri, angka serta
huruf. Terdapat beberapa macam bentuk
puzzle, antara lain: [28]
1) alphabetic puzzle (puzzle huruf),
2) numeric puzzle ( puzzle angka), 3) body puzzle (puzzle
yang terdiri dari kepingan kepala, tangan, badan, dan kaki),4) puzzle transportasi, serta 5) puzzle
geometri. Macam puzzle yang digunakan dalam penelitian ini adalah puzzle
dengan bentuk-bentuk binatang seperti kupu-kupu, katak, burung serta
tanaman, bunga, dan buah-buahan seperti pepaya, salak, anggur, jambu, semangka,
dan nanas.
3. Kelebihan Permainan Puzzle Berkelompok
Kelebihan
permainan puzzle secara berkelompok adalah[29]:
a. Mengembangkan interaksi antara anggota kelompok
Dalam kerja kelompok ada tugas yang harus diselesaikan bersama sehingga
perlu dilakukan pembagian kerja, untuk itu perlu adanya komunikasi yang efektif
antara anggota kelompok
b. Meningkatkan motivasi dalam diri anak
Kehadiran Orang lain akan mampu meningkatkan dorongan atau motivasi
individu karena individu tersebut telah belajar memperhatikan bagaimana orang
lain menilai kita atau karena kita melihat diri kita sendiri sebagai saingan
mereka.
Adapun
kelebihan media puzzle antara lain[30]:
a. Isi media puzzle berguna dan penting bagi anak
b. Menarik minat anak didik
c. Mudah didapat
d. Tidak terbuat dari bahan yang membahayakan dan menimbulkan
kerugian,
e. Puzzle mempunyai sisi kreatif dengan kualitas teknis yang baik, gambarannya jelas
dan menarik.
f. Dapat melatih inteligensi anak
g. Permainan puzzle melibatkan koordinasi mata dan
tangan dan cocok bagi anak-anak kecil, serta
h. Anak-anak dapat bereksplorasi menurut kemampuan dan minatnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
kelebihan permainan puzzle
berkelompok adalah dapat meningkatkan kerjasama, memberikan kebutuhan
psikologis, mengembangkan interaksi antara anggota kelompok, serta meningkatkan
motivasi dalam diri anak. Dari beberapa uraian di atas dapat penulis simpulkan
bahwa permainan menyusun puzzle berkelompok ini merupakan kegiatan
bermain yang terstruktur, yaitu bermain dengan menggunakan media puzzle dimana
anak berlomba menyusun kepingan puzzle menjadi bentuk utuh secara
berkelompok / bersamasama dengan teman dalam kelompoknya. Kekuatan kerjasama di
dalam kelompok akan menjadi lebih kuat manakala permainan ini ditandingkan
dengan kelompok yang lainnya.
4. Manfaat Permainan Puzzle Berkelompok
Pada dasarnya anak-anak usia dini akan
lebih mudah mengingat dan menyerap ilmu jika diberikan pembelajaran melalui
permainan, karna pada prinsip nya anak bermain sambil belajar.beberapa manfaat
dari puzzle sendiri yaitu[31]:
a. Meningkatkan
kemampuan sosial anak khususnya kerja sama
b. Meningkatkan
keterampilan kognitif.
c. Meningkatkan
ketrampilan motorik halus.
d. Melatih
kemampuan nalar dan daya ingat serta konsentrasi.
e. Melatih
kesabaran anak.
f. Memperoleh
pengetahuan melalui puzzle.
g. Meningkatkan
keterampilan sosial.
h. Meningkatkan
kemampuan kerjasama antar teman
Berdasarkan
pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa, puzzle
memiliki beberpa manfaat dan kelebihan. Salah satu manfaatnya meningkatkan
keterampilan sosial dan meningkatkan kemampuan kerjasama anak dengan teman,
kelebihannya pun puzzle juga
melibatkan koordinasi mata dan tangan serta cocok bagi anak kecil.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Proses
Pelaksanaan Kegiatan Permainan Menyusun Puzzle
Prosedur pelaksanaan kegiatan permainan menyusun puzzle
berkelompok yang akan dilaksanakan ini diadaptasi dari prosedur pelaksanaan
permainan teka-teki potongan gambar atau jigsaw puzzle[32].
PROSES PELAKSANAAN KEGIATAN PERMAINAN MENYUSUN PUZZLE
Adapun prosedur pelaksanaan kegiatan permainan
menyusun puzzle berkelompok adalah sebagai berikut:
1.
Persiapan
Persiapan yang dilakukan dalam kegiatan permainan kelompok menyusun
kepingan puzzle adalah:
a. Guru mempersiapkan tabel penilaian serta rubrik
penilaian.
b. Guru mempersiapkan perlengkapan yang dibutuhkan dalam
kegiatan permainan kelompok menyusun kepingan puzzle. Seperti: meja, puzzle,
peluit dan perlengkapan lainnya bersamasama dengan anak.
c. Guru sebagai pemimpin permainan memperkenalkan serta
menunjukkan gambar yang utuh dari keping puzzle yang akan dirangkai
kepada anak.
2.
Pelaksanaan
a. Anak dibagi
menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 5-6 orang anak.
b. Guru menjelaskan aturan permainan dan pelaksanaan
permainan kelompok menyusun kepingan puzzle. Adapun aturan dalam
permainan kelompok menyusun kepingan puzzle antara lain:
1) Anak membuat barisan dalam kelompoknya (orang pertama,
kedua, ketiga dan seterusnya).
2) Tiap kelompok berlomba menyusun kepingan puzzle secara
bergantian satu persatu dimulai dari orang pertama dalam kelompoknya
dilanjutkan orang kedua, kemudian ketiga, dan seterusnya sampai potongan puzzle
tersebut menjadi gambar yang utuh. Kelompok yang dapat menyelesaikan
potongan gembar menjadi gambar yang utuh terlebih dahulu dengan benar adalah
pemenangnya.
3) Guru memberikan contoh (merangkai keping puzzle menjadi bentuk utuh)
kepada anak.
4) Setelah permainan selesai guru memberikan motivasi dan
penjelesan tentang kejadian yang dialami anak ketika kegiatan permainan
kelompok menyusun kepingan puzzle berlangsung.
5) Guru menjelaskan bahwa permainan ini membutuhkan
kerjasama dengan teman yang lainnya dalam satu kelompok. Selain itu guru harus
menjelaskan bahwa kerjasama juga diperlukan dalam pekerjaan yang lain.
3.
Penilaian
Penilaian dalam kegiatan permainan menyusun kepingan puzzle
berkelompok ini dilakukan pada saat permainan berlangsung. Guru mengamati
dan memberikan penilaian dengan menggunakan instrument lembar observasi
kemampuan kerjasama yang sudah disediakan dengan cara mencentang (√)pada tiap kemampuan yang diperlihatkan anak.
Kemampuan sosial merupakan
kemampuan seseorang untuk beradaptasi dengan lingkungannya dengan aturan dan
norma-norma yang berlaku di dalamnya. Salah satu yang perlu ditingkatkan dalam
kemampuan sosial anak yang sangat diperlukan dalam hubungannya dengan kelompok
adalah kemampuan bekerjasama. Seseorang akan dapat diterima dalam kelompoknya
jika ia mampu bekerjasama dengan anggota kelompok yang lainnya. Perkembangan
sosial anak Taman Kanak-Kanak kelompok A dari segi psikososialnya berada pada
tahap initiative versus guilt dimana sikap inisiatif harus mulai
ditunjukkan dengan cara mengurangi ketergantungan kepada orang tua dan mulai
berinteraksi dengan lingkungannya. Anak cenderung melihat dan memahami sesuatu
dari sudut pandang dan kepentingannya
sendiri. Bermain merupakan kegiatan yang disukai anak.
Bermain biasanya dilakukan dalam bentuk permainan. Melalui permainan anak akan
merasa senang, dan gembira. Melalui permainan pula anak dapat berinteraksi
dengan teman yang lain tanpa merasa dipaksa atau tidak senang. Banyak hal yang
akan anak munculkan ketika permainan berlangsung, salah satunya adalah
mengembangkan kemampuan kerjasama. Melalui permainan secara berkelompok dimana
terdapat aturan-aturan yang ada dalam suatu permainan, tujuan untuk meraih
kemenangan, serta adanya persaingan dengan kelompok yang lain dalam permainan
itulah yang akan mendorong anak untuk saling bekerjasama dalam kelompoknya
untuk menghadapi kelompok yang lain.
Melalui permainan menyusun puzzle
berkelompok dapat meningkatkan kemampuan kerjasama diantara diri anak
kerena permainan ini membutuhkan: (1) interaksi diantara anggota kelompoknya
(dengan teman satu kelompok), sehingga akan ada anak yang memberikan ide /
saran dan ada yang mendengarkan / menerima ide / saran dari teman yang lainnya;
(2) melatih pengendalian sikap anak, yaitu tidak marah ketika kelompoknya kalah
atau ada teman yang melakukan kesalahan; (3) melatih kesabaran anak, dimana
anak mampu menghargai dan menghormati orang lain dalam kelompoknya; (4)
mengembangkan kemampuan kerjasama antar teman dalam satu kelompok agar dapat
memenangkan pertandingan; (5) saling tolong menolong dan saling membantu antar
teman dalam kelompoknya; (6) tanggung jawab anak terhadap tugasnya; (7) sikap
sportif agar anak mampu menerima kekalahannya, serta (8) aturan yang harus
dipenuh / ditaati oleh setiap anak. Bermain merupakan kegiatan yang disukai
anak.
Melalui permainan menyusun puzzle
berkelompok ini anak akan merasa senang, dan gembira. Melalui permainan ini
pula anak dapat berinteraksi dengan teman yang lain tanpa merasa dipaksa atau
tidak senang. Banyak hal yang akan anak munculkan ketika anak bermain menyusun puzzle
berkelompok, salah satunya adalah kerjasama. Melalui permainan secara
berkelompok dimana terdapat aturan-aturan yang ada dalam suatu permainan,
tujuan untuk meraih kemenangan, serta adanya persaingan dengan kelompok yang
lain dalam permainan itulah yang akan mendorong anak untuk saling bekerjasama.
Melalui interaksi sosial dalam permainan secara berkelompok dapat pula
mengurangi sifat egosentri pada diri anak. Karena ketika anak melakukan
interaksi sosial serta bekerjasama dalam kelompok tersebut anak akan mengurangi
sifat egonya demi diterima dalam kelompok tersebut. Penggunaan media dan metode
yang bervariasi seperti permainan menyusun puzzle berkelompok diharapkan
dapat meningkatkan kemampuan anak usia 4-5 tahun dalam mengembangkan kamampuan
kerjasama
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Melalui permainan menyusun puzzle berkelompok dapat meningkatkan
kemampuan kerjasama pada anak usia 5-6 tahun. Langkah-langkah pembelajaran yang
digunakan dalam meningkatkan kemampuan kerjasama melalui permainan menyusun puzzle
berkelompok ini antara lain (1) guru mempersiapkan, memperkenalkan, serta
menunjukkan gambar yang utuh dari keping puzzle; (2) guru memberikan
contoh merangkai keping puzzle menjadi bentuk utuh; (3) anak dibagi
menjadi berkelompok yang terdiri dari 5-6 anak; (4) tiap kelompok berlomba
menyusun kepingan puzzle secara bersama-sama sampai potongan puzzle tersebut
menjadi gambar yang utuh; (5) setelah permainan selesai guru memberikan
motivasi dan penjelasan tentang pentingnya kerjasama dalam kelompok.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, peneliti memberikan saran sebagai berikut:
- Bagi Pendidik
a. Permainan kelompok menyusun puzzle secara
perlombaan dapat digunakan sebagai salah satu kegiatan pembelajaran dalam
mengatasi masalah sosial pada anak yaitu menstimulasi kemampuan kerjasama anak,
karena permainan terbukti dapat meningkatkan kemampuan kerjasama anak.
b. Guru lebih aktif untuk mendampingi anak dalam
tiap-tiap kelompok agar tidak ada anak yang berebut sehingga permainan dapat
berjalan lancar dan pembelajarannya maksimal.
- Bagi Kepala Sekolah
a. Jika ada program pengadaan fasilitas APE terutama puzzle
agar membeli puzzle yang memiliki kepingan lebih dari 6 keping.
b. Memberikan ide atau masukan pada guru mengenai metode
pengajaran
c. pengembangan aspek-aspek perkembangan pada anak.
DAFTAR PUSTAKA
Patmonodewo, Soemiarti. 2003. Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta:
Rineka Cipta
Gerungan. 2004. Psikologi Sosial. Bandung:
Rafika Aditya
Suyanto Slamet. 2005. Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta:
Hikayat Publising
Hurlock Elizabeth B., 1980. Psikologi
Perkembangan. (Alih bahasa: Istiwidayanti dan Soedjarwo) Jakarta: Erlangga
Hurlock, Elizabeth
B., 1978. Perkembangan Anak (Alih
bahasa: Meitasari Tjandrasa dan Muslichah Zarkasih) Jakarta: Erlangga
Ernawulan, Syaodih.
2005, Bimbingan Di Taman Kanak-Kanak.
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Dan Kebudayaan, Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi Proyek Peningkatan Tenaga Akademik
Susanto, Ahmad. 2011.
Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta:
Penerbit Kencan Prenada Media
Yusuf Syamsu.
2008. Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya
Kementerian Pendidikan Nasional. 2010. Kurikulum Taman Kanak-kanak
Pedoman Pengembangan Program Pembelajaran di Taman Kanak-kanak. Jakarta:
Depdiknas
Sears, David O. dkk,. 1985.Psikologi Sosial Jilid 2. (Alih bahasa:
Michael Adryanto) Jakarta: Erlangga,
Ismail Andang. 2006. Education Games.
Yogyakarta: Pilar Media
Moeslichatoen R.
2004. Metode Pengajaran Di Taman
Kanak-Kanak. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Dan Kebudayaan,
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Peningkatan Tenaga Akademik
Yudha M Saputra dan Rudyanto.2005. Pembelajaran Kooperatif Untuk Meningkatkan Keterampilan Anak aman
Kanak-kanak. Jakarta:Depdiknas,
Walgito Bimo.
2008. Psikologi Kelompok. Yogyakarta: C.V Andi Offset
Program Studi Pendidikan Guru Taman Kanak-kanak FIP
UNY. 2008. Tot’s Educare : Jurnal Pengembangan Ilmu Ke-TK-an. Yogyakarta:
Program Studi Pendidikan Guru Taman Kanak-kanak FIP UNY.
[4] Slamet Suyanto, Dasar-Dasar
Pendidikan Anak Usia Dini.(Yogyakarta:
Hikayat Publising, 2005) h. 70
[5] Ibid., h. 71-73
[6] Elizabeth B. Hurlock, Psikologi
Perkembangan. Alih bahasa: Istiwidayanti dan Soedjarwo, (Jakarta: Erlangga.
1980) h. 118
[7] Ahmad Susanto, Perkembangan Anak Usia Dini, (Jakarta:
Penerbit Kencan Prenada Media. 2011), h. 155
[8] Soemiarti, Op. Cit., h. 20
[9] Ahmad Susanto., Op.Cit., h. 159
[10] Ibid., h. 160
[12] Syamsu Yusuf, Psikologi perkembangan anak dan remaja, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2008), h.125
[13] Kementerian Pendidikan Nasional, Kurikulum Taman Kanak-kanak Pedoman
Pengembangan Program Pembelajaran di Taman Kanak-kanak, (Jakarta: Depdiknas, 2010) h. 32.
[15] Sears, David O. dkk., Psikologi
Sosial Jilid 2. Alih bahasa: Michael Adryanto, ( Jakarta: Erlangga, 1985)
h. 120
[17] Ibid,
h. 148
[18] Slamet Suyanto., Op.Cit., h. 150
[19] Ibid.,
h. 148
[20] Ibid.,
h. 149
[22] Moeslichatoen R. Metode Pengajaran Di Taman Kanak-Kanak.
(Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Dan Kebudayaan, Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi Proyek Peningkatan Tenaga Akademik, 2004) h. 32
[23] Andang Ismail, Op.Cit., h. 218
[24] Ibid.,
h.218
[25] Ibid.,
h. 219
[26] Yudha M Saputra dan Rudyanto, Pembelajaran Kooperatif Untuk Meningkatkan Keterampilan Anak aman
Kanak-kanak. Jakarta:Depdiknas, 2005), h. 89
[28] Andang Ismail,Op.Cit., h. 197
[29] Program Studi Pendidikan Guru Taman Kanak-kanak FIP UNY, Tot’s Educare :
Jurnal Pengembangan Ilmu Ke-TK-an, (Yogyakarta:
Program Studi Pendidikan Guru Taman Kanak-kanak FIP UNY. 2008) h. 12
[30] Ibid.,
h. 219
[31] Ibid., h. 218
[32] Sisca MH., Aneka Permainan
Outbond Untuk Kecerdasan dan Kebugaran, (Yogyakarta: Bintang Cemerlang, 2012) h. 88-91
Tidak ada komentar:
Posting Komentar