Kamis, 16 Februari 2017

STRATEGI PENGEMBANGAN SOSIAL EMOSI ANAK USIA DINI



STRATEGI PENGEMBANGAN SOSIAL EMOSI ANAK USIA DINI
PENGEMBANGAN KEMAMPUAN KERJASAMA ANAK USIA 4-5 TAHUN MELALUI PERMAINAN MENYUSUN PUZZLE BERKELOMPOK”

Guna Memenuhi Tugas Ujian Akhir Mata Kuliah Pengembangan Bahasa dan Sosial Anak Usia Dini

Dosen Pengampu: Dr. Sofia Hartati, M.Pd




Disusun Oleh:
Desri Yanti
7516167989



PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2016
 

KATA  PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Makalah Strategi Pengembangan Sosial Emosi Anak Usia Dini:  Pengembangan Kemampuan Kerjasama Anak Usia 5 - 6 Tahun Melalui Permainan Menyusun Puzzle Berkelompok”
Makalah ini berisi tentang informasi mengenai strategi pengembangan sosial emosi pada anak usia dini khususnya dalam makalah ini membahas lebih dalam mengenai strategi seperti apa dalam meningkatkan kemampuan kerja sama pada anak usia dini melalui permianan puzzle berkelompok.
Penulis menyadari makalah ini masih memiliki banyak kekurangan oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini
Akhir kata penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa menyertai segala usaha kita. Amin

Jakarta,  19 Desember 2016

Penulis






BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Pendidikan Anak Usia Dini adalah pendidikan untuk anak usia 0 - 8 tahun. Anak pada masa ini biasanya disebut pula dengan anak masa awal (early childhood), dimana masa ini merupakan masa-masa terpenting bagi perkembangan anak. Pada masa ini merupakan masa keemasan (the golden age), anak dapat dengan mudah menerima berbagai informasi atau pengetahuan yang diberikan pada anak. Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 28 ayat 1 menyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar. Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur formal, non-formal, serta informal, dan terbagi atas tempat penitipan anak, kelompok bermain, serta Taman kanak-kanak.
Pada masa keemasan anak usia dini, yang mana berbagai pertumbuhan dan perkembangan mulai dan sedang berlangsung, seperti perkembangan fisiologis, bahasa, sosial emosional, motorik dan kognitif. Perkembangan ini akan menjadi dasar bagi perkembangan anak selanjutnya. Aspek perkembangan anak yang perlu dikembangkan oleh pendidik salah satunya aspek perkembangan sosial. Sejak dini anak harus diajarkan untuk memiliki sikap kerjasama yang baik dengan teman sebaya, hal ini dapat diperoleh anak dari lingkungan keluarga, masyarakat dan lingkungan sekolah yaitu pertama kali anak memasuki sekolah seperti pendidikan anak usia dini dan taman kanak-kanak.
Kemampuan kerjasama anak ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor kondisi baik kondisi anak dan lingkungan sosialnya, orang tuanya, teman sebaya maupun masyarakat sekitar. Apabila kondisi lingkungan anak dapat memfasilitasi dan memberi ruang positif maka anak akan dapat meningkatkan kemampuan kerjasamanya dengan baik, begitupun sebaliknya. Namun, anak akan memiliki kemampuan kerjasama yang baik, apabila orang tua memberikan pola asuh yang baik, tidak banyak para orang tua tidak memperhatikan bahwa kemampuan kerjasama itu penting untuk diperhatikan pada kehidupan anak. Hal ini dikarnakan anak akan dapat mempelajariya sendiri nanti ketika ia memasuki masa sekolah, padahal kemampuan kerjasama anak juga diperoleh di dalam keluarga dan lingkungan sekitar.
Berdasarkan hasil observasi tentang kemampuan kerjasama anak-anak masih kurang atau dapat dikatakan rendah, misalnya: saat kegiatan berkelompok belum mau berbagi alat dan bahan, anak belum mau menolong, anak suka bermain sendiri, ingin menguasai mainan sendiri, dan ada beberapa anak yang hanya bermain dengan teman yang sama. Guru kurang menggunakan media seperti halnya puzzle dalam kegiatan pembelajaran, hanya meminta anak untuk mengerjakan lembar kerja pada buku, mewarnai, dan hanya kegiatan menempel. Selain itu kurangnya pengetahuan guru tentang metode peningkatan kerjasama anak.
Oleh karena itu, penulis terdorong untuk meningkatkan kemampuan kerjasama anak. Penulis ingin meningkatkan  kemampuan kerjasama melalui permainan menyusun puzzle berkelompok sehingga anak tidak merasa terbebani atau terpaksa karena dilakukan dengan cara bermain, selain itu anak bisa membangun pengetahuan dengan sendirinya.
Melalui permainan menyusun puzzle berkelompok diharapkan dapat mengembangkan keterampilan anak dalam bekerjasama dengan orang lain dan anak dapat mengembangkan kemampuan sosialnya dengan berinteraksi dengan teman, melatih kesabaran, sikap sportif, persaingan yang sehat, mau mengalah, menerima kekalahan dan memberi selamat pada teman yang menang. Media puzzle yang kita kenal selama ini dalam kegiatan sehari-hari hanya digunakan untuk bermain sendiri atau dapat dikatakan sebagai permainan individual.
Selain dapat secara individual puzzle juga dapat dimainkan secara bersama-sama, puzzle dipilih karena memiliki beberapa manfaat dan kelebihan antara lain: isi media puzzle berguna dan penting bagi anak, menarik minat anak didik, mudah didapat, tidak terbuat dari bahan yang membahayakan dan tidak menimbulkan kerugian. Puzzle mempunyai sisi kreatif dengan kualitas teknis yang baik selain itu gambarannya jelas dan menarik.   Adanya masalah pada kemampuan kerjasama anak menjadikan dasar bagi penulisan makalah ini.







B.     Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan rumusan maslah dalam makalah ini yaitu:
1.      Apa yang dimaksud dengan kemampuan kerja sama anak usia 4-5 tahun?
2.      Bagaimana prosedur pelaksanaan permainan puzzle berkelompok untuk anak usia 4-5 tahun?
3.      Bagaimana proses penerapan permainan puzzle berkelompok dapat meningkatkan kemampuan kerjasama anak usia 4-5 tahun?

C.    Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, yang menjadi tujuan penelitian ini yaitu:
1.      Untuk mengetahui definisi kemampuan kerja sama anak usia 4-5 tahun
2.      Untuk mengetahui prosedur pelaksanaan permainan puzzle berkelompok untuk anak usia 4-5 tahun.
3.      Untuk mengetahui proses penerapan permainan puzzle berkelompok dapat meningkatkan kemampuan kerjasama anak usia 4-5 tahun.

D.    Kegunaan Hasil Penelitian
Adapun manfaat penelitian dapat di rangkum kedalam dua bagian yaitu :
1.      Manfaat Teoritis
            Manfaat penelitian secara umum untuk memberikan pengetahuan tentang betapa pentingnya kemampuan kerjasama itu untuk anak dan harus ditanam kepadanya sejak usia dini.
2.      Manfaat Praktisi
a.       Bagi guru, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan kerjasama anak.
b.      Bagi anak, diharapkan kemampuan kerjasama nya dapat terus meningkat.







BAB II
KAJIAN TEORETIK

A.    Perkembangan Sosial Anak Usia 4-5 tahun
1.      Pengertian Perkembangan Sosial Anak
Perkembangan sosial biasanya dimaksudkan sebagai perkembangan tingkah laku anak dalam menyesuaikan diri dengan aturan-aturan yang berlaku di dalam masyarakat dimana anak berada.[1]Secara hakiki manusia merupakan makhluk sosial, sejak manusia dilahirkan, ia sudah membutuhkan pergaulan dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan biologisnya, yaitu makanan, minuman. Kelak ketika ia sudah mulai bergaul dengan kawan-kawan sebayanya, ia tidak lagi hanya menerima kontak sosial, tetapi ia juga dapat memberikan kontak sosial. Ia mulai mengerti bahwa dalam kelompok sepermainannya terdapat peraturan-peraturan tertentu dan norma-norma sosial yang harus ia patuhi[2] Senada dengan pendapat Gerungan Semakin bertambahnya usia anak yang menjadikan anak semakin matang akan mengakibatkan semakin meningkat pula kemampuan sosial anak tersebut. Namun perkembangan sosial yang sebenarnya adalah karena adanya latihan terhadap tingkah laku orang-orang disekitar anak, sehingga anak dapat belajar dari tanggapan orang lain terhadap anak.
Perkembangan sosial seorang anak diperoleh selain dari proses kematangan juga melalui kesempatan belajar dari respons terhadap tingkah laku anak[3]. Perkembangan sosial anak meliputi 2 aspek, yaitu: (1). Kompetensi sosial yang mengambarkan kemampuan anak untuk beradaptasi dengan lingkungan sosialnya secara efektif, seperti mau bergantian mainan. (2). Tanggung jawab sosial antara lain ditunjukkan dengan komitmen anak terhadap tugas-tugasnya, menghargai pendapat individual, memperhatikan lingkungannya, serta mampu menjalankan fungsinya sebagai warga negara yang baik. Tentu saja perkembangan sosial tersebut berjalan secara bertahap[4].
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan sosial merupakan perkembangan tingkah laku atau kemampuan seseorang dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya sesuai aturan dan norma yang berlaku di dalamnya, dimana ia tidak hanya menerima kontak sosial melainkan juga harus dapat memberikan kontak sosial. Kemampuan sosial seseorang dapat dilatih melalui hubungannya dengan orang-orang di sekeliling anak. Melalui hubungan dengan kedua orang tuanya anak mampu mengembangkan kemampuan sosial dalam dirinya. Namun seiring bertambahnya usia anak, yaitu dimana anak mulai mengenal lingkungan luar seperti sekolah maka kemampuan sosial yang dibutuhkan pun juga berbeda. Kemampuan sosial anak tersebut dapat dikembangkan melalui kegiatan yang dilakukan anak dengan teman sebaya di sekolah. Kemampuan sosial dalam penelitian ini adalah kemampuan anak dalam bekerjasama dengan teman satu kelompoknya.

2.      Tahap Perkembangan Psikososial
Kemampuan sosial tiap-tiap anak sudah berbeda, hal itu dikarenakan adanya latihan dan stimulasi yang diberikan tiap orang tua juga berbeda. Namun meskipun tingkat kemampuan sosial tiap anak berbeda tetapi semua anak memiliki tahapan perkembangan sosial yang sama. Ada delapan tahap perkembangan psikososial pada anak menurut Erik Eriksson adalah sebagai berikut[5] :
a)      Ttrust versus mistrust (0-1 tahun). Anak mendapat rangsangan dari lingkungan. Bila dalam merespon rangsangan anak mendapat pengalaman yang menyenangkan, maka akan tumbuh rasa percaya diri. Sebaliknya, bila mendapat pengalaman tidak menyenangkan akan menimbulkan rasa curiga dan tidak percaya kepada orang lain.
b)       Autonomy versus shame and doubt (2-3 tahun). Anak harus sudah mampu menguasai kegiatan meregangkan atau melemaskan seluruh otot-otot tubuhnya seperti berjalan dan berlari. Bila ia diberikan kebebasan bergerak dan mampu menguasai anggota tubuhnya ia akan mengembangkan rasa percaya diri. Sebaliknya, bila lingkungan tidak memberi kepercayaan atau terlalu banyak mendikte akan menumbuhkan rasa malu dan ragu-ragu pada anak-anak.
c)      Initiative versus guilt (4-5 tahun)
Anak harus dapat menunjukkan sikap inisiatif, mulai lepas dari ikatan orang tua, bergerak bebas, dan berinteraksi dengan lingkungannya. Kondisi lepas dari orang tua menimbulkan keinginan untuk berinisiatif. Keadaan sebaliknya menimbulkan rasa bersalah.
d)     Industry versus inferiority (6 tahun sampai pubertas). Anak harus dapat melaksanakan tugas-tugas perkembangan untuk menyiapkan diri memasuki masa dewasa. Anak perlu memiliki suatu keterampilan tertentu. Bila anak mampu menguasai suatu keterampilan tertentu maka dapat menimbulkan rasa berhasil. Sebaliknya, bila tidak menguasai, akan menimbulkan rasa rendahdiri.
e)      Identity putation reand versus identity diffusion (masa remaja). Masa remaja adalah masa mencari identitas diri, masa mencari dan mendapatkan peran dalam masyarakat. Seorang remaja akan berhasil memperoleh identitas diri jika ia dapat memenuhi tuntutan biologis, psikologis, dan sosial yang ada dalam kehidupan. Sebaliknya, jika tidak berhasil maka ia akan mengalami krisis identitas.
f)       Tahap intimacy and solidarity versus isolation (masa dewasa awal)
Seseorang yang berhasil mencapai integritas identitas diri akan mampu menjalin keintiman dengan orang lain dan diri sendiri. Jika seorang dewasa muda masih takut kehilangan diri sendiri ketika menjalin hubungan erat dengan orang lain, berarti ia kurang mampu melebur identitas dirinya dengan orang lain. Hal itu menunjukkan ketidakmampuan individu tersebut menumbuhkan keintiman dengan orang lain. Jika seseorang gagal menjalin hubungan yang bersifat intim, ia akan mengucilkan diri.
g)      Generativity versus stagnation (masa dewasa) Pada tahap ini individu berperan sebagai orang dewasa yang produktif, yang mampu menyumbangkan tenaga dan pikirannya bagi masyarakat. Seseorang yang berhasil melakukan perannya seperti tuntutan masyarakat, dalam dirinya akan tumbuh perasaan ingin berkarya, sebaliknya, individu yang tidak mampu berperan, perkembangan dirinya akan mengalami stagnasi.
h)      Integrity versus despair (masa tua)
Seseorang yang telah mencapai integritas diri biasanya telah bisa memahami hidup. Integritas diri adalah menerima segala keterbatasan yang ada dalam kehidupan serta memiliki rasa bahwa ia adalah bagian dari sejarah kehidupan. Bila dalam hidupnya seseorang merasa tidak berbuat apa-apa, menyesali hidup, dan takut menghadapi kematian, maka akan timbul rasa putus asa. Sebaliknya bila ia sering berhasil, maka akan mengembangkan integritas dirinya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa tahap perkembangan psikososial anak taman kanak-kanak menurut Erik Erikson berada pada tahap initiative versus guilt, dimana pada tahap ini anak harus mampu lepas dari ketergantungannya terhadap orang tua dan mulai melakukan interaksi dengan lingkungan sekitar, yaitu dengan anak-anak yang lain. Tahap perkembangan psikososial dalam penelitian ini mencakup kemampuan anak untuk bergabung dalam kelompoknya dan berinteraksi dengan teman satu kelompoknya.
3.      Pola Perilaku Sosial Anak
Terdapat tujuh pola perilaku sosial anak antara lain[6]:
a.       Meniru
Agar sama dengan kelompok, anak meniru sikap dan perilaku orang yang sangat ia kagumi.
b.      Persaingan
Keinginan untuk mengungguli dan mengalahkan orang-orang lain sudah tampak pada usia empat tahun. Hal ini dimulai dari rumah dan kemudian berkembang dalam bermain dengan anak di luar rumah.
c.       Kerjasama
Pada akhir tahun ketiga bermain kooperatif dan kegiatan kelompok mulai berkembang dan meningkat baik dalam frekuensi maupun lamanya berlangsung, bersamaan dengan meningkatnya kesempatan untuk bermain dengan anak lain.
d.      Simpati
Simpati membutuhkan pengertian tentang perasaan-perasaan dan emosi orang lain maka hal ini hanya kadang-kadang timbul sebelum tiga tahun. Semakin banyak kontak bermain semakin cepat simpati akan berkembang.
e.       Empati
Selain membutuhkan pengertian tentang perasaan dan emosi orang lain tetapi juga membutuhkan kemampuan untuk membayangkan diri sendiri di tempat orang lain. Relatif sedikit anak yang dapat melakukan hal ini sampai awal masa kanak-kanak berakhir
f.       Dukungan sosial
Menjelang berakhirnya masa awal kanak-kanak, dukungan dari teman-teman menjadi lebih penting daripada persetujuan orang-orang dewasa. Anak beranggapan bahwa perilaku nakan dan menganggu merupakan cara untuk memperoleh dukungan dari teman-teman sebayanya.
g.      Membagi
Dari pengalaman bersama orang-orang lain, anak mengetahui bahwa salah satu cara untuk memperoleh persetujuan sosial adalah dengan membagi miliknya, terutama mainan untuk anak-anak lain. Lambat laun sifat mementingkan diri sendiri berubah menjadi sifat murah hati.
h.      Perilaku akrab
Anak yang pada waktu bayi memperoleh kepuasan dari hubungan yang hangat, erat, dan personal dengan orang lain berangsur-angsur memberikan kasih sayang kepada orang-orang di luar rumah, seperti guru atau benda-benda mati seperti mainan kegemaran atau bahkan selimut. Benda-benda ini disebut obyek kesayangan. Pola perilaku sosial dalam penelitian ini adalah kerjasama, simpati, dam membagi. Permainan menyusun puzzle berkelompok akan memunculkan rasa kerjasama, karena dilakukan secara berkelompok. Interaksi akan terjadi di dalam kelompok tersebut, sehingga perilaku simpati dan membagi diantara anak dapat dimunculkan.
4.      Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Anak
Perkembangan sosial anak usia dini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu[7]:
1)        Adanya kesempatan untuk bergaul dengan orang-orang yang ada di sekitarnya dengan berbagai usia dan latar belakang.
2)      Adanya minat dan motivasi untuk bergaul dan bersosialisasi dengan lingkungan.
3)      Adanya bimbingan dan pengajaran dari orang lain, yang biasanya menjadi “model” untuk anak.
4)      Adanya kemampuan berkomunikasi yang baik yang dimiliki anak.





B.     Kemampuan Kerjasama pada Anak Usia 4-5 Tahun
1.      Pengertian Kerjasama
Kemampuan kerjasama anak usia dini sangat penting. Kerjasama merupakan suatu bentuk interaksi sosial di mana tujuan anggota kelompok yang satu berkaitan erat dengan tujuan anggota kelompok yang lain atau tujuan kelompok secara keseluruhan sehingga seseorang individu hanya dapat mencapai tujuan bila individu lain juga mencapai tujuan[8].
Senada dengan Patmonodewo kerjasama merupakan usaha terkoordinasi di antara anggota kelompok atau masyarakat yang diarahkan untuk mencapai tujuan bersama[9]. Lebih lanjut Susanto menyatakan bahwa kerjasama adalah suatu bentuk interaksi sosial di mana tujuan anggota kelompok yang satu berkaitan erat dengan tujuan anggota kelompok yang lain atau tujuan kelompok secara keseluruhan sehingga seseorang individu hanya dapat mencapai tujuan bila individu lain juga mencapai tujuan[10]. Kepribadian orang yang terdekat akan mempengaruhi perkembangan sosial seseorang termasuk kemampuan kerjasamanya. Kerjasama dan hubungan dengan teman berkembang sesuai dengan bagaimana pandangan anak terhadap persahabatan. Dalam periode prasekolah, anak dituntut untuk mampu menyesuaikan diri dengan berbagai tatanan, yaitu keluarga, sekolah, dan teman sebaya[11]. Sependapat dengan Susanto menurut Yusuf kerjasama (cooperation), yaitu “sikap mau bekerjasama dengan kelompok”. Salah satu sikap yang dapat diajak dalam menyelesaikan sesuatu (kegiatan) secara bersama dalam suatu kelompok.[12]
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kerjasama merupakan suatu bentuk interaksi sosial yaitu usaha terkoordinasi diantara anggota kelompok atau masyarakat yang diarahkan untuk mencapai tujuan bersama, sehingga seseorang individu hanya dapat mencapai tujuan bila individu lain juga mencapai tujuan. Kemampuan kerjasama harus dimunculkan sejak dini yaitu mulai dari pendidikan anak usia dini khususnya taman kanak-kanak. Kerjasama dalam makalah ini adalah suatu bentuk interaksi atau usaha yang terkondisi diantara anggota kelompok yang terdiri dari 4-5 anak pada kelompok A1 untuk menyelesaikan tujuan dalam menyusun kepingan puzzle menjadi bentuk yang utuh.

2.      Ciri-ciri Kemampuan Kerjasama Anak Usia 4-5 Tahun
Ciri-ciri seorang anak yang dapat bekerjasama menurut Lembaga Pusat Studi Pendidikan Anak Usia Dini Lembaga Penelitian Universitas Negeri Yogyakarta adalah ketika anak tersebut[13] :
a.       Dapat bergabung dalam permainan kelompok.
b.      Dapat terlibat aktif dalam permainan kelompok.
c.       Bersedia berbagi dengan teman-temannya
d.      Mendorong anak lain untuk membantu orang lain.
e.       Merespon dengan baik bila ada yang menawarkan bantuan.
f.       Bergabung bermain dengan teman saat istirahat.
g.      Mengucapkan terima kasih apabila dibantu teman.
David, dkk berpendapat terdapat empat elemen dasar dalam belajar bekerjasama yaitu[14]:
a.       Adanya saling ketergantungan yang menguntungkan pada anak dalam melakukan usaha secara bersama-sama,
b.      Adanya interaksi langsung diantara para anak dalam satukelompok,
c.       Tiap-tiap anak memiliki tanggung jawab untuk bisa menguasai materi yang diajarkan, dan 
d.      Penggunaan yang tepat dari kemampuan intrapersonal dan kelompok kecil yang dimiliki oleh setiap anak.
Berdasarkan Dari penjelasan di atas tentang ciri-ciri kemampuan kerjasama terdapat unsur kesamaan, yaitu menurut David, dkk adanya interaksi langsung diantara para anak dalam satu kelompok, memiliki kesamaan dengan dapat terlibat aktif dalam permainan kelompok menurut Pusat Studi Pendidikan Anak Usia Dini Lembaga Penelitian Universitas Negeri Yogyakarta. Dapat disimpulkan  bahwa ciri-ciri kemampuan kerjasama anak usia 4-5 tahun adalah ketika anak:
a.       Dapat bergabung dalam permainan kelompok.
b.      Dapat terlibat aktif dalam permainan kelompok.
c.       Bersedia berbagi dengan teman-temannya.
d.      Merespon dengan baik bila ada yang menawarkan bantuan.
e.       Saling ketergantungan yang menguntungkan dalam permainan kelompok.
f.       Memiliki tanggung jawab menguasai materi dalam permainan.

3.      Faktor-faktor yang Menentukan dalam Kerjasama Anak
Dalam hubungan kerjasama terdapat empat faktor yang menentukan. Faktor-faktor tersebut antara lain[15]:
a.       Lingkungan masyarakat.
Lingkungan masyarakat sekitar anak dapat berpengaruh terhadap hubungan kerjasama yang ada di dalamnya. Anak-anak yang berasal dari wilayah perkotaan lebih kompetitif dibandingkan dengan anak-anak pedesaan.
b.      Komunikasi
Dalam hubungan kerjasama komunikasi antar anggota sangat diperlukan dalam kelompok. Pada umumnya, semakin banyak komunikasi yang dilakukan semakin besar kemungkinan terjadinya kerjasama. Komunikasi memungkingan anggota pemain saling mendorong untuk kerjasama, mendiskusikan rencana mereka, membuat perjanjian, saling meyakinkan bahwa mereka dapat dipercaya, serta saling mengenal satu sama lain.
c.       Ukuran kelompok
Bila ukuran kelompok bertambah, kerjasama akan berkurang. Semakin besar ukuran kelompok semakin sering muncul persaingan, selain itu kelompok yang lebih besar merasakan tekanan yang lebih sedikit untuk bekerjasama karena adanya penyebaran tanggung jawab di antara anggota kelompok.
d.      Hubungan timbal balik
Dalam interaksi, persaingan awal akan menimbulkan persaingan yang lebih besar, dan kadang-kadang kerjasama disusul kerjasama berikutnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang menentukan dalam kerjasama pada penelitian ini meliputi komunikasi dan ukuran kelompok. Komunikasi sangat diperlukan dalam bekerjasama karena untuk berinteraksi dalam suatu kelompok memerlukan percakapan / komunikasi. Kerjasama dapat berjalan dengan baik apabila komunikasi yang terjadi juga baik dan sering dilakukan. Sedangkan ukuran kelompok berpengaruh pada tanggung jawab anggota terhadap kelompoknya. Ukuran kelompok yang terlalu besar dalam penelitian ini akan menyebabkan penyebaran tanggung jawab di antara anggota kelompok, sehingga kerjasama tidak berjalan maksimal.

4.      Manfaat Kerjasama Anak Usia 4-5 Tahun
Belajar bekerjasama akan dapat mengembangkan kemampuan sosial anak dan juga dapat mengembangkan kecerdasan interpersonal anak. Sharan dan Sharan berpendapat bahwa kegiatan kerjasama dapat membangun kemampuan kerjasama seperti komunikasi, interaksi, rencana kooperatif, berbagi ide, pengambilan keputusan, mendengarkan, bersedia untuk berubah, saling tukar ide, dan memadukan ide. Melakukan kegiatan bekerjasama dalam kelompok perlu dikenalkan sejak anak usia dini guna mengembangkan kemampuan sosialnya[16]. Pembelajaran kerjasama dalam kelompok banyak digunakan pada pembelajaran anak usia dini karena dianggap sesuai untuk melatih sosial dan kemampuan bekerjasama. Melalui permainan yang melibatkan anak dalam suatu kelompok diharapkan mampu mengembangkan kemampuan sosial anak terutama dalam hal kemampuan bekerjasama dengan teman dalam kelompok[17].
Berkat perkembangan sosial, anak dapat menyesuaikan dirinya dengan kelompok teman sebaya maupun dengan lingkungan masyarakat sekitarnya. Dalam proses belajar di sekolah, kematangan perkembangan sosial ini dapat dimanfaatkan atau dimaknai dengan memberikan tugas-tugas  kelompok, baik yang membutuhkan tenaga fisik (membersihkan kelas dan  halaman sekolah), maupun tugas yang membutuhkan pikiran (menyusun puzzle, bermain menyusun balok). Belajar bekerjasama akan dapat mengembangkan kemampuan sosial anak dan juga dapat mengembangkan kecerdasan interpersonal anak. Sharan dan Sharan mengatakan kegiatan kerjasama dapat membangun kemampuan kerjasama seperti komunikasi, interaksi, rencana kooperatif, berbagi ide, pengambilan keputusan, mendengarkan, bersedia untuk berubah, saling tukar ide, dan memadukan ide[18].
Melakukan kegiatan bekerjasama dalam kelompok perlu dikenalkan sejak anak usia dini guna mengembangkan kemampuan sosialnya. Suyanto mengatakan pembelajaran kerjasama dalam kelompok banyak digunakan pada pembelajaran anak usia dini karena dianggap sesuai untuk melatih sosial dan kemampuan bekerjasama[19].  Lebih lanjut Suyanto mengatakan belajar bekerjasama akan mendorong anak belajar lebih banyak materi pelajaran, merasa lebih nyaman dan termotivasi untuk belajar, mencapai hasil belajar yang tinggi, memiliki kemampuan yang baik untuk berfikir kritis, memiliki sikap positif terhadap obyek studi, menunjukkan kemampuan yang baik dalam aktivitas kerjasama, memiliki aspek psikhis yang lebih sehat dan mampu menerima perbedaan yang ada diantara teman satu kelompok[20].
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa manfaat kerjasama anak usia dini yaitu membangun kemampuan komunikasi, interaksi, rencana kooperatif, berbagi ide, pengambilan keputusan, mendengarkan, bersedia untuk berubah, saling tukar ide, dan anak akan bertambah sikap tanggung jawabnya terhadap dirinya sendiri maupun anggota kelompoknya, anak akan bangkit sikap solidaritasnya dengan membantu teman yang memerlukan bantuannya.
5.      Macam-macam Permainan Kerjasama
Jenis permainan yang dapat dilakukan secara berkelompok untuk meningkatkan kemampuan[21]:
a.       Puzzle
Puzzle adalah permainan menyusun suatu gambar atau benda yang telah dipecah dalam beberapa bagian.
1)      Jingsaw
Jingsaw adalah permainan susun gambar yang terdiri dari 2 sampai tak terbatas jumlah kepingannya dengan bentuk yang tidak beraturan.
2)      Lego
Lego adalah jenis mainan yang dapat digunakan untuk membuat bangunan, mobil, binatang ataupun monster.
3)      Duplo
Duplo adalah jenis mainan bongkar pasang yang dapat dibongkar-pasang seperti halnya lego, namun pada duplo terdapat balok-balokan, pelat dasar, gerbong, binatang, orang, rel, dan lain-lain.
Jenis permainan kerjasama yang digunakan dalam makalah ini adalah permainan puzzle.

C.    Permainan Menyusun Puzzle Berkelompok
1.      Pengertian Permainan Puzzle
Di awali dengan istilah bermain, bermain membawa harapan dan antisipasi tentang dunia yang memberi kegembiraan dan memungkinkan anak berkhayal seperti sesuatu atau seseorang, suatu dunia yang di persiapkan untuk berpetualang dan mengadakan telaah, suatu dunia anak-anak Bermain juga merupakan tuntunan dan kebutuhan yang esensial bagi anak usia dini dan anak taman kank-kanak.[22]. Dalam aktivitas bermain anak memerlukan alat permainan yang bervariasi, sehingga bisa anak bosan dengan permainan yang satu, dapat memilih permainan yang lainnya. Misalnya anak-anak tidak hanya menghabiskan waktunya untuk bermain dengan pasir, ataupun krayon saja. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, puzzle adalah teka-teki. Puzzle adalah permainan menyusun suatu gambar atau benda yang telah dipecah dalam beberapa bagian [23]. Puzzle adalah permainan menyusun suatu gambar atau benda yang telah dipecah dalam beberapa bagian[24]. Sedangkan menurut Ismail puzzle merupakan media sederhana yang dimainkan dengan bongkar pasang.Puzzle terdiri dari kepingan-kepingan yang dapat dibuat dari karton / kardus, kayu, plastik, maupun spon.[25]
Senada dengan Ismail Bermain puzzle menurut Saputra dan Rudyanto adalah kegiatan membongkar dan menyusun kembali kepingan puzzle menjadi bentuk utuh. Kegiatan ini bertujuan melatih koordinasi mata, tangan dan pikiran anak dalam menyusun kepingan puzzle yang terdiri dari berbagai bentuk yang berbeda dengan cara mencocokkan potongan gambar satu dengan lainnya sehingga membentuk satu gambar yang utuh dan baik[26]. Kelompok merupakan kumpulan 2 orang atau lebih yang saling berinteraksi antara anggotanya.[27] Sejalan dengan hal tersebut menurut Abu Huraerah dan Purwanto kelompok adalah sekumpulan orang yang terdiri paling tidak sebanyak dua atau lebih yang melakukan interaksi satu dengan yang lainnya dalam suatu aturan yang saling mempengaruhi pada setiap anggotanya.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa permainan  puzzle berkelompok merupakan alat permainan edukatif menyusun suatu gambar atau benda yang telah dipecah dalam beberapa bagian yang terbuat dari bahan karton / kardus, kayu, plastik, maupun spon yang dilakukan secara berkelompok yang dapat merangsang berbagai kemampuan anak, yang dimainkan dengan cara membongkar pasang kepingan puzzle berdasarkan pasangannya. Permainan dalam makalah merupakan kegiatan menyusun puzzle secara berkelompok dengan tujuan menyusun kepingan-kepingan puzzle menjadi bentuk utuh. Media puzzle yang digunakan adalah puzzle yang terbuat dari bahan kayu.

2.      Macam-Macam Puzzle Berkelompok
Terdapat bermacam-macam media puzzle yang sering kita jumpai di lingkungan sekolah. Adapun macam-macam puzzle antara lain: puzzle bentuk atau gambar- gambar yang disukai anak seperti buah-buahan, tanaman, pekerjaan, alat transportasi, bentuk-bentuk geometri, angka serta huruf. Terdapat beberapa macam  bentuk puzzle, antara lain: [28] 1)  alphabetic puzzle (puzzle huruf), 2) numeric puzzle ( puzzle angka), 3) body puzzle (puzzle yang terdiri dari kepingan kepala, tangan, badan, dan kaki),4)  puzzle transportasi, serta 5) puzzle geometri. Macam puzzle yang digunakan dalam penelitian ini adalah puzzle dengan bentuk-bentuk binatang seperti kupu-kupu, katak, burung serta tanaman, bunga, dan buah-buahan seperti pepaya, salak, anggur, jambu, semangka, dan nanas.




3.      Kelebihan Permainan Puzzle Berkelompok
Kelebihan permainan puzzle secara berkelompok adalah[29]:
a.       Mengembangkan interaksi antara anggota kelompok
Dalam kerja kelompok ada tugas yang harus diselesaikan bersama sehingga perlu dilakukan pembagian kerja, untuk itu perlu adanya komunikasi yang efektif antara anggota kelompok
b.      Meningkatkan motivasi dalam diri anak
Kehadiran Orang lain akan mampu meningkatkan dorongan atau motivasi individu karena individu tersebut telah belajar memperhatikan bagaimana orang lain menilai kita atau karena kita melihat diri kita sendiri sebagai saingan mereka.
Adapun kelebihan media puzzle antara lain[30]:
a.       Isi media puzzle berguna dan penting bagi anak
b.      Menarik minat anak didik
c.       Mudah didapat
d.      Tidak terbuat dari bahan yang membahayakan dan menimbulkan kerugian,
e.       Puzzle mempunyai sisi kreatif dengan kualitas teknis yang baik, gambarannya jelas dan menarik.
f.       Dapat melatih inteligensi anak
g.      Permainan puzzle melibatkan koordinasi mata dan tangan dan cocok bagi anak-anak kecil, serta
h.      Anak-anak dapat bereksplorasi menurut kemampuan dan minatnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kelebihan permainan puzzle berkelompok adalah dapat meningkatkan kerjasama, memberikan kebutuhan psikologis, mengembangkan interaksi antara anggota kelompok, serta meningkatkan motivasi dalam diri anak. Dari beberapa uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa permainan menyusun puzzle berkelompok ini merupakan kegiatan bermain yang terstruktur, yaitu bermain dengan menggunakan media puzzle dimana anak berlomba menyusun kepingan puzzle menjadi bentuk utuh secara berkelompok / bersamasama dengan teman dalam kelompoknya. Kekuatan kerjasama di dalam kelompok akan menjadi lebih kuat manakala permainan ini ditandingkan dengan kelompok yang lainnya.
4.      Manfaat Permainan Puzzle Berkelompok
Pada dasarnya anak-anak usia dini akan lebih mudah mengingat dan menyerap ilmu jika diberikan pembelajaran melalui permainan, karna pada prinsip nya anak bermain sambil belajar.beberapa manfaat dari puzzle sendiri yaitu[31]:
a.       Meningkatkan kemampuan sosial anak khususnya kerja sama
b.      Meningkatkan keterampilan kognitif.
c.       Meningkatkan ketrampilan motorik halus.
d.      Melatih kemampuan nalar dan daya ingat serta konsentrasi.
e.       Melatih kesabaran anak.
f.       Memperoleh pengetahuan melalui puzzle.
g.      Meningkatkan keterampilan sosial.
h.      Meningkatkan kemampuan kerjasama antar teman
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa, puzzle memiliki beberpa manfaat dan kelebihan. Salah satu manfaatnya meningkatkan keterampilan sosial dan meningkatkan kemampuan kerjasama anak dengan teman, kelebihannya pun puzzle juga melibatkan koordinasi mata dan tangan serta cocok bagi anak kecil.














BAB III
PEMBAHASAN
A.    Proses Pelaksanaan Kegiatan Permainan Menyusun Puzzle
Prosedur pelaksanaan kegiatan permainan menyusun puzzle berkelompok yang akan dilaksanakan ini diadaptasi dari prosedur pelaksanaan permainan teka-teki potongan gambar atau jigsaw puzzle[32].


 
PROSES PELAKSANAAN KEGIATAN PERMAINAN MENYUSUN PUZZLE

Adapun prosedur pelaksanaan kegiatan permainan menyusun puzzle berkelompok adalah sebagai berikut:
1.      Persiapan
Persiapan yang dilakukan dalam kegiatan permainan kelompok menyusun kepingan puzzle adalah:
a.       Guru mempersiapkan tabel penilaian serta rubrik penilaian.
b.      Guru mempersiapkan perlengkapan yang dibutuhkan dalam kegiatan permainan kelompok menyusun kepingan puzzle. Seperti: meja, puzzle, peluit dan perlengkapan lainnya bersamasama dengan anak.
c.       Guru sebagai pemimpin permainan memperkenalkan serta menunjukkan gambar yang utuh dari keping puzzle yang akan dirangkai kepada anak.
2.      Pelaksanaan
a.        Anak dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 5-6 orang anak.
b.      Guru menjelaskan aturan permainan dan pelaksanaan permainan kelompok menyusun kepingan puzzle. Adapun aturan dalam permainan kelompok menyusun kepingan puzzle antara lain:
1)      Anak membuat barisan dalam kelompoknya (orang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya).
2)      Tiap kelompok berlomba menyusun kepingan puzzle secara bergantian satu persatu dimulai dari orang pertama dalam kelompoknya dilanjutkan orang kedua, kemudian ketiga, dan seterusnya sampai potongan puzzle tersebut menjadi gambar yang utuh. Kelompok yang dapat menyelesaikan potongan gembar menjadi gambar yang utuh terlebih dahulu dengan benar adalah pemenangnya.
3)      Guru memberikan contoh (merangkai keping puzzle menjadi bentuk utuh) kepada anak.
4)      Setelah permainan selesai guru memberikan motivasi dan penjelesan tentang kejadian yang dialami anak ketika kegiatan permainan kelompok menyusun kepingan puzzle berlangsung.
5)      Guru menjelaskan bahwa permainan ini membutuhkan kerjasama dengan teman yang lainnya dalam satu kelompok. Selain itu guru harus menjelaskan bahwa kerjasama juga diperlukan dalam pekerjaan yang lain.
3.      Penilaian
Penilaian dalam kegiatan permainan menyusun kepingan puzzle berkelompok ini dilakukan pada saat permainan berlangsung. Guru mengamati dan memberikan penilaian dengan menggunakan instrument lembar observasi kemampuan kerjasama yang sudah disediakan dengan cara mencentang (√)pada tiap kemampuan yang diperlihatkan anak.


Kemampuan sosial merupakan kemampuan seseorang untuk beradaptasi dengan lingkungannya dengan aturan dan norma-norma yang berlaku di dalamnya. Salah satu yang perlu ditingkatkan dalam kemampuan sosial anak yang sangat diperlukan dalam hubungannya dengan kelompok adalah kemampuan bekerjasama. Seseorang akan dapat diterima dalam kelompoknya jika ia mampu bekerjasama dengan anggota kelompok yang lainnya. Perkembangan sosial anak Taman Kanak-Kanak kelompok A dari segi psikososialnya berada pada tahap initiative versus guilt dimana sikap inisiatif harus mulai ditunjukkan dengan cara mengurangi ketergantungan kepada orang tua dan mulai berinteraksi dengan lingkungannya. Anak cenderung melihat dan memahami sesuatu dari sudut pandang dan kepentingannya
sendiri. Bermain merupakan kegiatan yang disukai anak. Bermain biasanya dilakukan dalam bentuk permainan. Melalui permainan anak akan merasa senang, dan gembira. Melalui permainan pula anak dapat berinteraksi dengan teman yang lain tanpa merasa dipaksa atau tidak senang. Banyak hal yang akan anak munculkan ketika permainan berlangsung, salah satunya adalah mengembangkan kemampuan kerjasama. Melalui permainan secara berkelompok dimana terdapat aturan-aturan yang ada dalam suatu permainan, tujuan untuk meraih kemenangan, serta adanya persaingan dengan kelompok yang lain dalam permainan itulah yang akan mendorong anak untuk saling bekerjasama dalam kelompoknya untuk menghadapi kelompok yang lain.
Melalui permainan menyusun puzzle berkelompok dapat meningkatkan kemampuan kerjasama diantara diri anak kerena permainan ini membutuhkan: (1) interaksi diantara anggota kelompoknya (dengan teman satu kelompok), sehingga akan ada anak yang memberikan ide / saran dan ada yang mendengarkan / menerima ide / saran dari teman yang lainnya; (2) melatih pengendalian sikap anak, yaitu tidak marah ketika kelompoknya kalah atau ada teman yang melakukan kesalahan; (3) melatih kesabaran anak, dimana anak mampu menghargai dan menghormati orang lain dalam kelompoknya; (4) mengembangkan kemampuan kerjasama antar teman dalam satu kelompok agar dapat memenangkan pertandingan; (5) saling tolong menolong dan saling membantu antar teman dalam kelompoknya; (6) tanggung jawab anak terhadap tugasnya; (7) sikap sportif agar anak mampu menerima kekalahannya, serta (8) aturan yang harus dipenuh / ditaati oleh setiap anak. Bermain merupakan kegiatan yang disukai anak.
Melalui permainan menyusun puzzle berkelompok ini anak akan merasa senang, dan gembira. Melalui permainan ini pula anak dapat berinteraksi dengan teman yang lain tanpa merasa dipaksa atau tidak senang. Banyak hal yang akan anak munculkan ketika anak bermain menyusun puzzle berkelompok, salah satunya adalah kerjasama. Melalui permainan secara berkelompok dimana terdapat aturan-aturan yang ada dalam suatu permainan, tujuan untuk meraih kemenangan, serta adanya persaingan dengan kelompok yang lain dalam permainan itulah yang akan mendorong anak untuk saling bekerjasama. Melalui interaksi sosial dalam permainan secara berkelompok dapat pula mengurangi sifat egosentri pada diri anak. Karena ketika anak melakukan interaksi sosial serta bekerjasama dalam kelompok tersebut anak akan mengurangi sifat egonya demi diterima dalam kelompok tersebut. Penggunaan media dan metode yang bervariasi seperti permainan menyusun puzzle berkelompok diharapkan dapat meningkatkan kemampuan anak usia 4-5 tahun dalam mengembangkan kamampuan kerjasama





BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.    Simpulan
Melalui permainan menyusun puzzle berkelompok dapat meningkatkan kemampuan kerjasama pada anak usia 5-6 tahun. Langkah-langkah pembelajaran yang digunakan dalam meningkatkan kemampuan kerjasama melalui permainan menyusun puzzle berkelompok ini antara lain (1) guru mempersiapkan, memperkenalkan, serta menunjukkan gambar yang utuh dari keping puzzle; (2) guru memberikan contoh merangkai keping puzzle menjadi bentuk utuh; (3) anak dibagi menjadi berkelompok yang terdiri dari 5-6 anak; (4) tiap kelompok berlomba menyusun kepingan puzzle secara bersama-sama sampai potongan puzzle tersebut menjadi gambar yang utuh; (5) setelah permainan selesai guru memberikan motivasi dan penjelasan tentang pentingnya kerjasama dalam kelompok.
B.     Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, peneliti memberikan saran sebagai berikut:
  1. Bagi Pendidik
a.       Permainan kelompok menyusun puzzle secara perlombaan dapat digunakan sebagai salah satu kegiatan pembelajaran dalam mengatasi masalah sosial pada anak yaitu menstimulasi kemampuan kerjasama anak, karena permainan terbukti dapat meningkatkan kemampuan kerjasama anak.
b.      Guru lebih aktif untuk mendampingi anak dalam tiap-tiap kelompok agar tidak ada anak yang berebut sehingga permainan dapat berjalan lancar dan pembelajarannya maksimal.
  1. Bagi Kepala Sekolah
a.       Jika ada program pengadaan fasilitas APE terutama puzzle agar membeli puzzle yang memiliki kepingan lebih dari 6 keping.
b.      Memberikan ide atau masukan pada guru mengenai metode pengajaran
c.       pengembangan aspek-aspek perkembangan pada anak.






DAFTAR PUSTAKA

Patmonodewo, Soemiarti. 2003. Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta: Rineka Cipta
Gerungan. 2004. Psikologi Sosial. Bandung: Rafika Aditya
Suyanto Slamet. 2005. Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta: Hikayat Publising
Hurlock Elizabeth B.,  1980. Psikologi Perkembangan. (Alih bahasa: Istiwidayanti dan Soedjarwo) Jakarta: Erlangga
Hurlock, Elizabeth B., 1978. Perkembangan Anak (Alih bahasa: Meitasari Tjandrasa dan Muslichah Zarkasih) Jakarta: Erlangga
Ernawulan, Syaodih. 2005, Bimbingan Di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Peningkatan Tenaga Akademik
Susanto, Ahmad. 2011. Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Penerbit Kencan Prenada Media
Yusuf Syamsu. 2008.  Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya
Kementerian Pendidikan Nasional. 2010. Kurikulum Taman Kanak-kanak Pedoman Pengembangan Program Pembelajaran di Taman Kanak-kanak. Jakarta: Depdiknas
Sears, David O. dkk,. 1985.Psikologi Sosial Jilid 2. (Alih bahasa: Michael Adryanto)  Jakarta: Erlangga,
Ismail Andang. 2006. Education Games. Yogyakarta: Pilar Media
Moeslichatoen R. 2004. Metode Pengajaran Di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Peningkatan Tenaga Akademik
Yudha M Saputra dan Rudyanto.2005. Pembelajaran Kooperatif  Untuk Meningkatkan Keterampilan Anak aman Kanak-kanak. Jakarta:Depdiknas,
Walgito Bimo.  2008. Psikologi Kelompok. Yogyakarta: C.V Andi Offset     
Program Studi Pendidikan Guru Taman Kanak-kanak FIP UNY. 2008. Tot’s Educare : Jurnal Pengembangan Ilmu Ke-TK-an. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Guru Taman Kanak-kanak FIP UNY.


[1] Soemiarti Patmonodewo,  Pendidikan Anak Prasekolah. (Jakarta: Rineka Cipta, 2003) h. 31
[2] Gerungan,  Psikologi Sosial, (Bandung: Rafika Aditya, 2004) h. 26
[3] Soemiarti Patmonodewo, Op. Cit., h. 31
[4] Slamet Suyanto,  Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini.(Yogyakarta: Hikayat Publising, 2005) h. 70
[5] Ibid., h. 71-73
[6] Elizabeth B. Hurlock,  Psikologi Perkembangan. Alih bahasa: Istiwidayanti dan Soedjarwo, (Jakarta: Erlangga. 1980) h. 118
[7] Ahmad Susanto, Perkembangan Anak Usia Dini, (Jakarta: Penerbit Kencan Prenada Media. 2011), h. 155
[8] Soemiarti, Op. Cit., h. 20
[9] Ahmad Susanto., Op.Cit., h. 159
[10] Ibid., h. 160
[11] Soemiarti Patmonodewo, Op. Cit., h. 30
[12] Syamsu Yusuf, Psikologi perkembangan anak dan remaja, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), h.125

[13] Kementerian Pendidikan Nasional, Kurikulum Taman Kanak-kanak Pedoman Pengembangan Program Pembelajaran di Taman Kanak-kanak,  (Jakarta: Depdiknas, 2010)  h. 32.
[14] Slamet Suyanto,  Op. Cit.,h. 149.
[15] Sears, David O. dkk.,  Psikologi Sosial Jilid 2. Alih bahasa: Michael Adryanto, ( Jakarta: Erlangga, 1985) h. 120
[16] Slamet Suyanto, Op.Cit., h. 150
[17] Ibid, h. 148
[18] Slamet Suyanto., Op.Cit., h. 150
[19] Ibid., h. 148
[20] Ibid., h. 149
[21] Andang Ismail, Education Games, (Yogyakarta: Pilar Media, 2006) h. 121
[22] Moeslichatoen R. Metode Pengajaran Di Taman Kanak-Kanak. (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Peningkatan Tenaga Akademik, 2004) h. 32
[23] Andang Ismail, Op.Cit., h. 218
[24] Ibid., h.218
[25] Ibid., h. 219
[26] Yudha M Saputra dan Rudyanto, Pembelajaran Kooperatif  Untuk Meningkatkan Keterampilan Anak aman Kanak-kanak. Jakarta:Depdiknas, 2005), h. 89
[27] Bimo Walgito,  Psikologi Kelompok. Yogyakarta: C.V Andi Offset, 2008), h.9
[28] Andang Ismail,Op.Cit., h. 197
[29] Program Studi Pendidikan Guru Taman Kanak-kanak FIP UNY, Tot’s Educare : Jurnal Pengembangan Ilmu Ke-TK-an, (Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Guru Taman Kanak-kanak FIP UNY. 2008) h. 12
[30] Ibid., h. 219
[31] Ibid., h. 218
[32] Sisca MH.,  Aneka Permainan Outbond Untuk Kecerdasan dan Kebugaran, (Yogyakarta: Bintang Cemerlang, 2012) h. 88-91

Tidak ada komentar:

Posting Komentar