Kamis, 16 Februari 2017

BAHASA SEBAGAI SISTEM KOGNITIF



MAKALAH

BAHASA SEBAGAI SISTEM KOGNITIF

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Bahasa Dan Sosial Anak Usia Dini 

Dosen Pengampu: Dr. Fachrurozi, M.Pd.



Disusun Oleh:
1.    Faradilla Ayunningtyas
2.     Desri Yanti
3.    Kurniasih

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2016
 


KATA PENGANTAR




Assalamualaikum wr. wb.
Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan nikmat sehat agar dapat menyelesaikan tugas ini dan diberikan kesempatan untuk memperbaiki diri dari kesalahan yang telah di perbuat. Sholawat dan salam semoga tecurah kepada nabi kita yakni nabi Muhammad saw serta keluarga, para sahabat dan umatnya hingga yaumul akhir.
Semoga tugas ini bermanfaat dan memberikan pengetahuan, khususnya bagi penyusun serta diterima oleh Bapak Dr. Fahrurroji, M.Pd., selaku dosen Mata Kuliah Pendidikan Bahasa Dan Sosial Anak Usia Dini. Penyusun memohon maaf apabila dalam penulisan tugas ini banyak terdapat salah kata dan kekurang sempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun penyusun harapkan untuk dijadikan acuan dan tolak ukur dalam pembuatan tugas selanjutnya agar lebih baik.
Wassalamualaikum wr. Wb.

Jakarta,    September 2016



Penyusun




DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................  i
DAFTAR ISI ..................................................................................................  ii
BAB I PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang .............................................................................  1
B.   Rumusan Masalah ......................................................................  2
C.   Tujuan Penulisan ........................................................................  2
D.   Manfaat Penulisan....................................................................... 2
BAB II KAJIAN TEORETIK
A.   Hakikat Bahasa .............................................................................  3
1.    Pengertian Bahasa  .................................................................  3
2.    Aturan Dalam Bahasa .............................................................  4
B.   Bahasa Sebagai Sistem............................................................... 8
C.   Pendapat Piaget dan Vygotsky tentang Bahasa..................... 10
1.    Pendapat Piaget...................................................................... 10
2.    Pendapat Vigotsky................................................................... 14
BAB III SIMPULAN DAN SARAN
A.     Simpulan ....................................................................................... 16
B.     Saran.............................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA







BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah
Perkembangan bahasa diidentifikasi berjalan bersamaan dengan tumbuh kembang manusia. Pada mulanya, manusia kecil atau bayi yang hanya mengeluarkan ujaran satu atau dua kata, tetapi saat dewasa mampu menggunakan bahasa seolah-olah tanpa proses berpikir. Hal ini membuat manusia tidak menyadari bahwa menggunakan bahasa dalam kehidupan memerlukan keterampilan yang begitu rumit.
Pada saat manusia mengungkapkan sesuatu yang ingin diungkapkannya, manusia mengeluarkan bunyi-bunyian yang disebut sebagai bahasa. Selanjutnya pemakaian bahasa menjadi cerminan kemampuan yang ada di dalam diri, dan hanya manusialah yang mampu melakukannya. Sebagai contoh, kemampuan berbahasa dapat mengarahkan manusia dalam memilih kata atau bunyi-bunyian yang sesuai dengan konteks yang diinginkan atau yang sedang terjadi, sehingga manusia lain mampu menangkap maksud atau tujuannya.
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa dalam aktivitas berbahasa, ada aktivitas yang terjadi di dalam diri (mental) yang terwujud dalam bahasa yang digunakan. Secara spesifik hal ini menjadi salah satu tanda bahwa bahasa merupakan sistem kognitif yang terjadi dan berkaitan erat dan kehidupan manusia. Pengetahuan tentang aktivitas mental atau sistem kognitif yang terjadi di dalam diri manusia berkaitan dengan bahasa menjadi sangat penting untuk dipaparkan, sehubungan dengan konsep awal pemahaman manusia terhadap bahasa itu sendiri.
Adapun makalah ini disusun untuk memberikan pemahaman kepada pembaca mengenai hakikat bahasa secara umum, bahasa sebagai sistem kognitif yang mampu merepresentasikan apa yang ada dalam kognisi manusia berkaitan dengan perkembangan bahasa, serta memaparkan teori konstruktivisme mengenai bahasa sebagai sistem kognitif.
B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, disimpulkan beberapa rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain:
1.    Apakah hakikat bahasa?
2.    Bagaimanakah bahasa sebagai sistem kognitif?
3.    Apakah pendapat Piaget dan Vygotsky tentang bahasa sebagai sistem kognitif?

C.    Tujuan Penulisan
Berdasarkan uraian rumusan masalah yang telah disampaikan, tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.    Menjelaskan hakikat bahasa.
2.    Menjelaskan bahasa sebagai sistem kognitif.
3.    Memaparkan pendapat Piaget dan Vygotsky tentang bahasa sebagai sistem kognitif.

D.    Manfaat Penulisan
Penulisan makalah ini dimaksudkan agar tercipta pemahaman yang baik terhadap konsep bahasa sebagai suatu sistem kognitif yang ada pada manusia dan berimplikasi pada kemudahan para pembaca untuk mengorganisasi pengetahuan lain yang berkaitan dengan perkembangan bahasa.

BAB II
PEMBAHASAN

A.     Hakikat Bahasa
1.    Pengertian Bahasa
Bahasa merupakan bagian dari kehidupan masyarakat. Bahasa (language) sebagai suatu bentuk komunikasi baik lisan, tulisan maupun isyarat yang didasarkan pada sebuah sistem symbol.  Lebih lanjut, Santrock menjelaskan bahasa terdiri atas kata-kata yang digunakan oleh masyarakat (perbendaharaan kata) dan aturan-aturan untuk memvariasikan dan mengombinasikan kata-kata tersebut (tata bahasa dan sintaksis)[1].
Sedangkan menurut Soetjiningsih bahasa sebagai suatu sistem komunikasi yang digunakan dengan sukarela dan secara sosial di setujui bersama, dengan menggunakan simbol-simbol tertentu untuk menyampaikan dan menerima pesan dari satu orang ke orang lain, termasuk didalamnya tulisan, bicara,  bahasa simbol, ekspresi muka, isyarat, pantomim, dan seni[2].
Sebagai bagian dari kehidupan masyarakat, bahasa memiliki sifat dan tujuan penggunaannya. Bahasa merupakan sistem simbol yang memiliki makna, yang digunakan sebagai alat komunikasi manusia, penuangan emosi, serta pengejewantahan pikiran dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam mencari hakikat kebenaran dalam hidup[3].
Pendapat lain mengatakan bahwa bahasa adalah seperangkat simbol manasuka yang sistematis, yang simbol-simbol utamanya adalah vokal, tetapi bisa juga visual dengan  mengonvensionalkan makna yang di rujuk untuk berkomunikasi, yang biasanya beroperasi dalam sebuah komunitas atau budaya wicara yang pada dasarnya untuk manusia, yang di kuasai dengan cara yang sama oleh masing-masing individu dengan pembelajaran yang berkarakteristik universal[4].
Bahasa merupakan alat untuk berpikir (proses memahami dan melihat hubungan) dan alat berkomunikasi dengan orang lain yang berlangsung dalam suatu interaksi sosial. Hal ini berarti bahasa digunakan untuk membentuk konsep, informasi, dan pemecahan masalah, serta memahami komunikasi, pikiran dan perasaan[5].
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah suatu bentuk komunikasi baik lisan, tulisan, maupun isyarat yang didasarkan pada sebuah sistem simbol manasuka yang bermakna untuk menyampaikan dan menerima pesan dari satu orang ke orang lain, serta sebagai alat berkomunikasi dengan orang lain yang berlangsung dalam suatu interaksi sosial.

2.    Aturan dalam Bahasa
Bahasa mempunyai sejumlah karakteristik yang umum dan memiliki aturan-aturan. Bahasa melibatkan lima sistem aturan, antara lain[6]:
a.    Fonologi, adalah sistem bunyi dari sebuah bahasa, termasuk bunyi yang digunakan dan bagaimana bunyi-bunyi tersebut dapat dikombinasikan. Sebagai contoh bahasa Inggris mempunyai bunyi sp, ba dan ar tetapi urutan bunyi zx dan qp tidaklah ada. Istilah yang berkaitan dengan fonologi adalah fonem. Fonem adalah satuan dasar dari bunyi dalam sebuah bahasa yang mempengaruhi makna.
b.    Morfologi, merujuk pada satuan makna yang terlibat dalam pembentukan kata. Morfem adalah sebuah kata atau bagian dari sebuah kata yang tidak dapat dipecah menjadi bagian yang lebih kecil yang mempunyai makna. Jika aturan mengatur fonologi mendeskripsikan urutan bunyi yang dapat terjadi dalam sebuah bahasa, aturan morfologi mendeskripsikan cara satuan-satuan yang mempunyai makna (morfem) dapat dikombinasikan dengan kata-kata. Morfem mempunyai banyak tugas dalam tata bahasa, seperti menyatakan waktu.
c.    Sintaksis, melibatkan cara mengombinasikan kata-kata untuk menyusun frase dan kalimat yang dapat diterima. Contoh “Budi memukul Andi”, “Andi dipukul Budi” maka dapat diketahui siapa yang memukul dan siapa yang dipukul dalam masing-masing kalimat, karena terdapat sintaksis terhadap struktur kalimat tersebut.
d.    Semantik, merujuk pada makna kata atau kalimat. Setiap kata mempunyai seperangkat ciri-ciri semantik atau atribut-atribut yang dibutuhkan terkait dengan makna.
e.    Pragmatik, merupakan aturan bahasa yang berhubungan dengan penggunaan bahasa yang tepat dalam konteks yang berbeda ketika berinteraksi dengan orang lain.
Tabel Sistem Aturan Bahasa
Sistem aturan
Deskripsi
Contoh
Fonologi
Sistem bunyi dari bahasa. fonem adalah satuan bunyi yang terkecil dalam sebuah bahasa.
Kata chat memiliki tiga fonem:/ch/a/t/. Contoh aturan fonologi dalam bahas inggris adalah bahwa fonem /r/ dapat mengikuti fonem /t/ atau /d/ dalam sebuah gugus konsonan dalam baha inggris (seperti track atau drab) tetapi fonem /l/ tidak dapat mengikuti huruf-huruf ini.
Morfologi
Sistem satuan yang memiliki makna yang terlibat dalam pembentukan kata.
Satuan bunyi kecil yang memiliki makna disebut morfem, atau satuan makna. kata girl adalah satu morfem atau satuan makna, kata tersebut tidak dapat dibagi lagi dan tetap memiliki makna. Ketika sufiks (akhiran) ditambahkan, kata tersebut menjadi girls dan memiliki dua morfem karena s mengubah makna kata tersebut, yang mengindikasikan bahwa terdapat lebih dari satu gadis.
Sintaksis
Sistem yang melibatkan cara kata-kata dikombinasikan untuk menyusun frase dan kalimat yang dapat diterima.
Urutan kata sangat penting dalam menentukan makna dalam bahasa inggris. Sebagai contoh kalimat” sebastian mendorong sepeda” memiliki makna yang berbeda dengan “Sepeda mendorong sebastian”.
Semantik
Sistem yang melibatkan makna kata dan kalimat
Mengetahui makna tiap kata yaitu perbendaharaan kata. sebagai contoh semantik mencakup pengetahuan atas makna kata-kata seperti orange, transportation dan itellegent.
Pragmatik
Sistem dari penggunaan percakapan dan pengetahuan yang sesuai, mengenai bagaiamana menggunakan bahasa secara efektif dalam konteks.
Contohnya adalah penggunaan bahas sopan dalam situasi yang tepat, seperti bersikap baik ketika berbicara dengan guru. Mengambil giliran berbicara dalam sebuah percakapan melibatkan pragmatik.
Dikutip dari John W. Santrock Psikologi Pendidikan (Jakarta: Salemba Humanika, 2011)

B.   Pendapat Piaget dan Vygotsky tentang Bahasa Sebagai Sistem Kognitif
Menurut pandangan Piaget dan Vigotsky perkembangan kognitif berhubungan dengan perkembangan bahasa.[7] Hal ini dapat dilihat dari kemampuan bahasa anak yang berusia 3-5 tahun. Berdasarkan fase perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Piaget, anak tersebut berada dalam fase praoperasional. Pada fase ini fungsi simbolis anak berkembang secara pesat. Pada fase ini fungsi simbolis, salah satunya berkaitan dengan penggunaan kata-kata atau bahasa.
1.    Pandangan Piaget
Piaget dengan teori perkembangan kognitifnya, memberikan pembahasan yang berkaitan dengan perkembangan bahasa anak. Hal ini dikarenakan simbol-simbol yang digunakan untuk membangun pengetahuan pada diri anak, tidak terlepas dari bahasa, walaupun pada tahap sensori motorik Piaget menolak bahasa sebagai penyedia struktur berpikir logis, akan tetapi tindakan-tindakan internal pada anak[8].
Terlepas dari itu, Piaget memberikan landasan penting mengenai proses-proses yang penting ketika anak membangun pengetahuan mengenai dunia di sekitarnya. Proses-proses tersebut antara lain[9]:
a.    Skema.
Seperti halnya yang dikatakan oleh Piaget bahwa ketika anak berusaha membangun pemahaman mengenai dunia, otak berkembang membentuk skema. Inilah tindakan atau representasi mental yang mengatur pengetahuan. Teori Piaget menjelaskan skema perilaku (aktivitas fisik) merupakan ciri dari skema masa bayi dan skema mental (aktivitas kognitif) yang berkembang pada masa kanak-kanak. Skema bayi disusun melalui tindakan sederhana yang bisa dilakukan terhadap objek-objek, seperti:  menyedot, melihat dan menggenggam. Sedangkan anak yang lebih tua mempunyai skema yang meliputi strategi dan rencana untuk menyelesaikan masalah. Contohnya seorang anak usia 6 tahun mempunyai skema tentang pengklasifikasian seperti bentuk, ukuran dan warna mobil.
b.    Asimilasi dan Akomodasi.
Asimilasi terjadi ketika anak-anak memasukkan infomasi baru ke dalam skema yang sudah ada sebelumnya. Akomodasi terjadi ketika anak-anak menyesuaikan skema yang sudah ada agar sesuai dengan informasi dan pengalaman baru. Contohnya ketika seorang anak usia 8 tahun diberi sebuah palu dan paku untuk menggantung sebuah gambar di dinding. Anak tidak pernah menggunakan palu sama sekali, tetapi dengan mengamati orang lain melakukannya, anak menyadari bahwa palu adalah sebuah benda untuk dipegang dapat diayunkan melalui peganganya untuk memukul paku dan biasanya diayunkan berkali-kali. Anak menyesuaikan perilakunya dengan skema yang telah ia miliki (asimilasi), akan tetapi palu itu berat sehingga anak memegangnya dibagian atas. Ketika anak mengayunkannya terlalu keras kemudian pakunya bengkok, sehingga anak menyesuaikan tekanan yang dikeluarkan. Penyesuaian ini mencerminkan kemampuan anak untuk melakukan sedikit perubahan terhadap gambarannya tentang dunia (akomodasi) .
c.    Organisasi.
Anak-anak mengatur pengalaman mereka secara kognitif untuk mengartikan dunia mereka. Organisasi adalah cara mengelompokkan perilaku dan pikiran yang terisolasi kedalam sebuah susunan sistem yang tinggi. Pada anak yang telah mempelajari berbagai cara pengunaan alat-alat, maka anak tersebut menghubungkan kegunaan-kegunaan setiap alat atau mengorganisasikan pengetahuannya.
d.    Ekuilibrasi.
Ekuilibrasi adalah sebuah mekanisme yang menjelaskan cara anak beralih dari satu tahap pemikiran kepada tahap berikutnya. Peralihan terjadi pada saat anak mengalami konflik kognitif dalam memahami dunia. Ketika anak mampu mneyelesaikan konflik tersebut, terjadilah proses equilibrium. Sebagai contoh, anak percaya bahwa jumlah cairan berubah karena dituangkan dalam bentuk wadah yang berbeda, dari gelas yang pendek dan lebar kepada gelas yang lebih tinggi dan sempit. Hal ini mengindikasikan anak sedang dalam kondisi disequilibrium. Pada perkembangan selanjutnya, anak akan mampu memahami konsep ruang dan zat cair, maka anak akan menyelesaikan konflik kognitif dan berada pada kondisi equilibrium.
Menurut Piaget anak dalam tahap sensorimotor belum menguasai bahasa dengan baik, karenanya anak menggunakan gerakan-gerakan motorik untuk menyimbolkan tindakan yang dibutuhkannya[10].
Selanjutnya pada tahap praoperasional kognitif anak berkembang pesat pada tataran baru, yaitu simbol-simbol yang termasuk didalamnya citraan dan kata-kata[11]. Sebagai ciri utama tahap praoperasional, aktivitas simbolik memiliki salah satu sumber utama, yaitu bahasa yang berkembang cepat pada masa pra operasional awal (2-4 tahun). Bahasa sudah digunakan anak usia ini untuk merekonstruksi peristiwa yang tidak hadir lagi atau sesuatu yang telah lalu.
Piaget menambahkan, bahasa mampu mengembangkan cakrawala anak, karena bahasa dapat menghidupkan masa lalu, mengantisipasi masa depan, dan mengomunikasikan peristiwa kepada orang lain. Bentuk dari penggunaan bahasa pada masa ini belum logis dan koheren, melainkan hanya sebagai pra-konsepsi. Anak juga belum memiliki konsep pengategorian umum, sehingga penalaran mereka sering kali bersifat transduktif atau berpindah dari hal khusus satu kepada hal khusus lainnya. Sebagai contoh, Jacqueline (anak Piaget yang berusia 3 tahun) mengatakan ayah adalah seorang pria yang “memiliki banyak sifat Lucienne dan banyak sifat Jacqueline”. Hal ini mencerminkan bahwa belum ada konsep tentang anak-anak sebagai kategori umum yang di dalamnya nama Lucienne dan Jacqueline sebagai bagiannya[12].


2.    Pendapat Vygotsky
Vygotsky sebagai penganut kontrukstivisme sosial memberikan pandangan bahwa pemikiran dan pembentukann makna pada diri anak-anak dibentuk secara sosial dan muncul dari interaksi sosial mereka dengan lingkungan[13]. Salah satu konsep populer dari Vygotsky adalah ZPD (Zone of Proximal  Development), yaitu jarak tingkat perkembangan aktual yang ditentukan secara independen, dengan tingkat perkembangan potensial yang ditentukan lewat pemecahan masalah dibawah bimbingan  orang dewasa atau berkolaborasi dengan teman sebaya atau yang lebih berkompeten[14].
Berbeda dengan Piaget yang menggambarkan pikiran tunggal menyerap dan menginterpretasi informasi mengenai dunia, Vygotsky melihat pertumbuhan kognitif sebagai proses kolaborasi, yaitu lewat interaksi sosial. Berbagai aktivitas dapat membantu individu menginternalisasi mode-mode lingkungan sosial untuk berpikir dan berperilaku sehingga menbuat individu mendapat caranya sendiri. Vygotsky meletakkan penekanan khusus pada bahasa, tidak hanya sebagai ekspresi pengetahuan dan pikiran, tetapi juga memiliki makna esensial untuk belajar dan mengenal dunia[15].
Pendapat Vygotsky mengenai peran sosial dalam perkembangan anak didukung dengan penemuan atas kasus Genie, anak perempuan berumur 13 tahun yang dikurung dan disiksa selama hidupnya tanpa berkomunikasi atau berinteraksi dengan bahasa atau kata-kata, melainkan ayahnya yang selalu memukul, membentak dan menggeram ketika Genie membuat keributan. Setelah diselamatkan, dalam program rehabilitasi ekstensif Genie membutuhkan bertahun-tahun untuk dapat mempelajari kata-kata dan berbicara dengan kalimat yang tidak sempurna. Genie tidak belajar menanyakan pertanyaan dan tak mengembangkan sistem bahasa yang membuatnya memahami bahasa. Selain menderita cacat neurologis dan trauma emosi yang berat, para ahli menyimpulkan bahwa anak yang diabaikan, dianiaya, dan tidak dipaparkan bahas dalam jangka waktu yang lama, jarang memiliki perkembangan yang normal khususnya bahasa[16].
Baik Piaget maupun Vygotsky, keduanya menekankan peran pembelajar dalam mengonstruksi makna dalam kognitif mereka melalui masukan linguistik yang ada dan pentingnya interaksi sosial dalam menciptakan sebuah sistem linguistik baru[17]. Hal ini berimplikasi pada penggunaan pembelajaran interaktif yang menekankan interaksi sosial dan kooperatif, dengan pertimbangan bahwa kognisi muncul dengan hal-hal tersebut.
C.   Bahasa Sebagai Sistem Kognitif
Perkembangan bahasa pada manusia layaknya perkembangan aspek-aspek lain. Pada tahun pertama kehidupan, perkembangan bahasa sangat penting diperhatikan. Landasan perkembangan bahasa terletak pada tahun-tahun pertama ini. Perkembangannya melibatkan otot-otot pembentuk suara (aspek motorik) dan aspek mental intelektual (kognitif) yakni kemampuan mengaitkan arti dengan bunyi yang dihasilkan[18].
Cameron dan Baney menjelaskan bahwa aktivitas kognitif akan sangat bergantung pada kemampuan berbahasa, baik secara lisan maupun tulisan, karena bahasa adalah alat berpikir, yang di dalam aktivitasnya menggunakan pikiran (kognitif)[19]. Aspek kognitif berkaitan dengan otak, yaitu bagian yang digunakan untuk pemahaman, penalaran, pengetahuan dan pengertian. Bagian otak yang berhubungan dengan kemampuan bahasa adalah hemisfer kiri. Namun Berk menyebutkan bahwa pada pengguna tangan kidal (10 persen dari populasi) bahas kadang tersimpan dalam otak kanan, lebih seringnya terbagi antara kedua belah otak. Hal ini menunjukan otak orang kidal kurang terlaterisasi (spesialisasi) daripada otak kanan pengguna tangan kanan[20].
Terdapat dua area otak kiri yang terlibat dalam bahasa, yaitu area broca dan wernicke[21]. Hal ini disasarkan pada kasus penderita aphasia, dimana hilangnya atau berkurangnya kemampuan berbahasa akibat kerusakan otak. Otopsi menyebutkan bagian yang rusak yaitu suatu area di lobus frontal kiri otak yang mengatur pergerakan otot yang terlibat dalam kemampuan berbicara (broca), dan suatu area di belahan kiri otak yang terlibat dalam pemahaman bahasa (wernicke). Studi Kellinghaus & Luders, memperlihatkan bahwa individu dengan kerusakan di area wernicke sering kali dapat berbicara lancar tetapi tanpa makna dan mengalami kesulitan mengartikan kata-kata[22].
Pada proses kognitif-bahasa, informasi yang berasal dari kortek pendengaran primer dan sekunder, diteruskan ke area wernicke. Informasi ini kemudian dicocokkan dengan ingatan yang sudah disimpan sebelumnya. Jawaban diformulasikan dan disalurkan oleh fasciculus arcuatus kepagian anterior otak untuk koordinasi jawaban motorik (area broca). Kerusakan pada bagian posterior akan mengakibatkan kelainan bahasa reseptif, sedangkan kerusakan pada anterior akan menyebabkan kelainan pada bahasa ekspresif[23].
Menurut teori neuropsikolinguistik, berbahasa adalah interaksi yang kompleks antara fungsi otak, semantik dan pragmatik, fonologi, grammar, dan organ yang memproduksi bahasa. Sistem ini saling berhubungan, sehingga apabila salah satu mengalami masalah, akan terjadi ganguan dalam bahasa/bicara. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pada anak yang mengalami kerusakan pada area bahasa di otak, maka fungsi berbahsa masih dapat diambil alih oleh bagian otak lain. Hal ini dimungkinkan dengan adanya sifat plastisitas otak yang tinggi, walaupun tes yang sangat detail akan dapat menemukan kelainan khusus[24].
Jamaris juga menyebutkan masalah lateralisasi atau spesialisasi fungsi di setiap belahan otak. Pada sebagian besar individu, bicara dan tata bahasa di tetapkan di belahan otak kiri. Namun ini tidak berarti bahwa semua pemrosesan bahasa dilakukan di belahan kiri otak[25]. Ketika anak-anak kehilangan sebagian besar otak kiri mereka karena kecelakaan, operasi pada penderita epilepsi atau alasan lain dalam banyak kasus, otak kanan bisa menyusun ulang bagiannya sendiri untuk  pemrosesan bahasa yang lebih baik.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Bahasa adalah suatu bentuk komunikasi baik lisan, tulisan maupun isyarat yang didasarkan pada sebuah sistem simbol yang bermakna untuk menyampaikan dan menerima pesan dari satu orang ke orang lain, serta sebagai alat berkomunikasi yang berlangsung dalam suatu interaksi sosial.
Pandangan Piaget dan Vigotsky mengenai perkembangan kognitif berhubungan dengan perkembangan bahasa. Menurut Piaget proses-proses yang penting ketika anak membangun kognitif antara lain: skema, asimilasi dan akomodasi, organisasi dan ekuilibrasi. Sedangkan Vigotsky melihat pertumbuhan kognitif sebagai proses kolaborasi, yaitu lewat interaksi sosial. Kedua pandangan ini berimplikasi pada penggunaan pembelajaran interaktif yang cmenekankan interaksi sosial dan pembangunan makna.
Bahasa sebagai sistem kognitif, merupakan interaksi yang kompleks antara fungsi otak serta organ yang memproduccksi bahasa. Sistem ini saling berhubungan, sehingga apabila salah satu mengalami masalah, akan terjadi ganguan dalam bahasac/bicara.
B.     Saran
Pengetahuan tentang bahasa sebagai sistem kognitif harus dipahami para pendidik dan orang tua. Pengetahuan ini dapat mendukung pemrioritasan pembelajaran bahasa pada tahun pertama kehidupan anak, sekaligus menyadarkan orang tua dan pendidik arti penting pembelajaran interaktif yang bermakna dan menekankan interaksi sosial.

DAFTAR PUSTAKA

Berk, L. E. Development Through The Lifespan Edisi 5 Dari Prenatal sampai Masa Remaja (Transisi Menjelang Dewasa) Terjemahan Daryatno. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012.
Brown, H. D. Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa Edisi 5 Terjemahan N. Cholis dan Y. A. Pareanom. Jakarta: Kedutaan Besar Amerika, 2008.
Crain, W. Teori Perkembangan Konsep dan Aplikasi Edisi 3 Terjemahan Yudi Santoso. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.
Djojosuroto. Kinayati. Filsafat Bahasa. Yogyakarta: Penerbit Pustaka. 2006.
Jamaris.Martini. Perkembangan Dan  Pengembangan Anak Usia Taman Kanak-Kanak. Jakarta: PT Grasindo. 2006.
Santrock. J. W. Psikologi Pendidikan. Jakarta:Salemba Humanika. 2011.
Santrock, J.W. Perkembangan Anak Edisi 11 Terjemahan Mila Rachmawati & Anna Kuswanti. Jakarta: Erlangga, 2007.
Soetjiningsih., Ranuh, IG. N. Gde. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2012.
Susanto.Ahmad. Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2012.
Papalia, D. E., Feldman, R. D. Menyelami Perkembangan Manusia Edisi 12 Terjemahan F.W. Herarti. Jakarta: Salemba Humanika, 2014.



[1] John. W. Santrock, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Salemba Humanika, 2011), hal.70.
[2] Soetjinignsih, Tumbuh Kembang Anak (Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2012), hal. 51.
[3] Kinayati Djojosuroto, Filsafat Bahasa (Yogyakarta: Penerbit Pustaka, 2006), hal.34.

[4] H. Douglas Brown, Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa Edisi V Terjemahan N. Cholis dan Y.A. Pareanom (Jakarta: Kedutaan Besar Amerika, 2008), hal.6.
[5] Ahmad Susanto, Perkembangan Anak Usia Dini (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2012), hal.73.
[6] J. W. Santrock, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Salemba Humanika, 2011), hal.70.

[7] ibid.
[8] William Crain, Teori Perkembangan dan Aplikasi Edisi 3 Terjemahan Yudi Santoso (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hal.184.
[9].John W. Santrock, Psikologi Pendidikan. op.cit., hal.48.
[10] Crain.W. op.cit., hal.179.
[11] Ibid. hal. 182.
[12] ibid., hal 183.
[13] H. Douglas Brown, op.cit., hal.13.
[14] William Crain, op.cit., hal.371.
[15] Diane E. Papalia dan Ruth Duskin Feldman, Menyalami Perkembangan Manusia Edisi 12 Terjemahan F.W. Herarti (Jakarta: Salemba Humanika, 2014), hal.37.
[16] John W Santrock, Perkembangan Anak Edisi 11, op.cit.,hal.372.
[17] H. Douglas Brown, op.cit., hal 14.
[18] Soetjinignsih.op.cit., hal. 51
[19] Susanto Ahmad.op.cit.,hal.53.
[20] Laura E. Berk. Development Through The Lifespan Edisi 5 Dari Prenatal Sampai Masa Remaja Terjemahan Daryatno (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2012), hal.286.
[21] John W Santrock, Perkembangan Anak Edisi 11 Terjemahan Mila Rachmawati dan Anna Kuswanti (Jakarta: Erlangga, 2007), hal.370.
[22] ibid hal. 370.
[23] Soetjinignsih.op.cit. hal.52.
[24] ibid.
[25] Martini Jamaris. Perkembangan dan Pengembangan Anak Usia Taman Kanak-Kanak. (Jakarta: PT Grasindo, 2006), hal.33.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar