Selasa, 07 Februari 2017

MENGUATKAN KARAKTER ANAK DI SEKOLAH


STRENGTHS OF CHARACTER IN SCHOOLS

Guna Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Orientasi Baru Dalam Psikologi Pendidikan

Dosen Pengampu: Suryaratri, Ph.D



Disusun Oleh:
Aulia Humaimah S. (7516167242)
Desri Yanti                 (7516167989)





PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2017







KATA  PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Makalah Strength Of Character in School atau dapat diartikan dengan Kekuatan Karakter Di Sekolah
Penulis menyadari makalah ini masih memiliki banyak kekurangan oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini
Akhir kata penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa menyertai segala usaha kita. Amin

Jakarta,  Januari 2017

Penulis









DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR ...............................................................................  i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
BAB I.     PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah......................................................... 1
B.     Rumusan masalah................................................................... 2 
C.     Tujuan Penulisan..................................................................... 2
BAB II.   PEMBAHASAN
A.    Hakikat Kekuatan Karakter.................................................... 3
B.     Klasifikasi Kekuatan Karakter............................................... 6 
C.     Hasil Penelitian Tentang Kekuatan Karakter......................... 10  
D.    Mengukur Kekuatan Karakter................................................ 12 
E.     Implikasi Kekuatan Karakter.................................................. 19
BAB III.  PENUTUP
A.       Kesimpulan............................................................................. 22
B.       Saran ...................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 24





BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Indonesia memerlukan sumberdaya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumberdaya manusia tersebut, pendidikan memiliki peran yang sangat penting. Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, termasuk di sekolah harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat (Ali Ibrahim Akbar, 2000), ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan. Melihat masyarakat Indonesia sendiri juga lemah sekali dalam penguasaan soft skill. Untuk itu penulis menulis makalah ini, agar pembaca tahu betapa pentingnya pendidikan karakter bagi semua orang, khususnya bangsa Indonesia sendiri.





B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan makalah dalam makalah ini antara lain:
1.      Apa yang dimaksud dengan hakikat kekuatan karakter ?
2.      Bagaimana klasifikasi kekuatan karakter ?
3.      Bagaimana hasil penelitian tentang kekuatan karakter ?
4.      Bagaimana mengukur kekuatan karakter ?
5.      Bagaimana implikasi kekuatan karakter ?

C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini antara lain:
1.      Mengetahui hakikat kekuatan karakter.
2.      Mengetahui klasifikasi kekuatan karakter.
3.      Mengetahui hasil penelitian tentang kekuatan karakter.
4.      Mengetahui cara mengukur kekuatan karakter.
5.      Mengetahui implikasi kekuatan karakter.



















BAB II
KAJIAN TEORETIK

  1. Hakikat kekuatan karakter di sekolah
Peterson dan Seligman memperkenalkan kekuatan karakter sebagai salah satu bidang kajian dalam psikologi positif. Kekuatan karakter adalah sifat positif yang terdiri dari karakter yang baik. Karakter yang baik adalah kualitas dari individu yang membuat individu terus dipandang baik secara moral. Karakter positif tersebut dapat dilihat dari perasaan, pemikiran, dan perilaku individu.
Karakter yang baik penting dalam kehidupan sehari-hari bagi individu dan keluarga, baik di tempat kerja, di sekolah, dan di masyarakat yang lebih besar. Selama berabad-abad, membangun dan memperkuat karakter yang baik di antara anak-anak dan remaja menjadi tujuan universal untuk pengasuhan dan pendidikan. Karakter yang baik adalah apa yang orang tua inginkan pada anak-anak mereka, apa yang guru inginkan pada siswa mereka, apa yang saudara inginkan dalam saudara-saudara mereka, dan apa yang teman-teman inginkan satu sama lain. Karakter sangat penting untuk mengoptimalkan perkembangan kehidupan manusia (Colby, James, & Hart, 1998). Meskipun pentingnya karakter yang baik, psikologi sebagian besar diabaikan akan tetapi di abad ke-20 topik ini banyak dibahas. Namun, karakter tidak pernah pergi. Ini telah ada dalam wacana publik setidaknya dari zaman Aristoteles di Barat (Aristoteles, 2000), dan Konfusius di Timur, dan itu tetap menjadi perhatian utama masyarakat hari ini (Hunter, 2000).
Karakter mengacu pada aspek-aspek kepribadian yang secara moral dihargai. Karakter yang baik merupakan inti dari pengembangan remaja secara positif. Baumrind (1998) mengatakan bahwa "dibutuhkan budi pekerti untuk menjadi karakter yang lebih baik, dan kompetensi untuk melakukannya dengan baik baik" (hal. 13). Kebanyakan sekolah dan program remaja saat ini berfokus pada membantu remaja dalam memperoleh keterampilan dan kemampuan membaca, menulis, melakukan matematika, dan berpikir kritis yang membantu mereka untuk mencapai tujuan hidup mereka. Namun, tanpa karakter yang baik, individu mungkin tidak memiliki keinginan untuk melakukan hal yang benar. Karakter yang baik bukan hanya tidak adanya defisit, masalah, dan patologi melainkan sekelompok yang berkembang dengan baik dari sifat-sifat positif. Membangun karakter tidak hanya mengurangi kemungkinan negatif (Botvin, Baker, Dusenbury, Botvin, & Diaz, 1995), tetapi mereka sendiri dapat sebagai indikator dalam membangun dan mengembangkan secara sehat (Colby & Damon , 1992; Damon, 1988; Kornberg & Caplan, 1980; Park, 2004a; Weissberg & Greenberg, 1997). Semakin banyak bukti menunjukkan bahwa kekuatan karakter tertentu misalnya, harapan, kebaikan, kecerdasan sosial, kontrol diri, dan perspektif bisa menyangga proyek negatif dari stress dan trauma, mencegah atau mengurangi gangguan mereka. Selain itu, kekuatan karakter membantu remaja untuk berkembang. Karakter yang baik terkait dengan hasil yang diinginkan seperti keberhasilan sekolah, kepemimpinan, menilai keanekaragaman, kemampuan untuk menunda kepuasan, kebaikan, dan altruisme (Scales, Benson, Leff ert, & Blyth, 2000). Selain itu, hal ini terkait dengan berkurangnya masalah seperti penggunaan narkoba, penyalahgunaan alkohol, merokok, kekerasan, depresi, dan bunuh diri (Benson, Leff ert, Scales, & Blyth, 1998; Hawkins, Catalano, & Miller, 1992; Hudley & Graham 1993, 1995; Lochman, Coie, Underwood, & Terry, 1993; Meyer, Farrell, Northup, Kung, & Plybon, 2000; O'Donnell, Hawkins, Catalano, Abbott, & Day, 1995; Pepler, Raja, Craig, Byrd, & Bream, 1995).
Dalam beberapa tahun terakhir, di bawah rubrik "pendidikan karakter," karakter, kebajikan, dan isu-isu moralitas dari remaja telah mendapat perhatian dari para pendidik, orang tua, pembuat kebijakan, dan masyarakat umum (Berkowitz & Bier, 2004). Kebanyakan program pendidikan karakter mencoba untuk mengajar siswa nilai moral tradisional seperti hormat, kasih sayang, tanggung jawab, pengendalian diri, dan kejujuran. Selama bertahun-tahun, telah ada sejumlah gerakan pendidikan karakter dimulai secara nasional, termasuk Pendidikan Karakter Kemitraan, Pendidikan Karakter Jaringan, Aspen Deklarasi Pendidikan Karakter, dan kampanye Hitungan Karakter banyak dipublikasikan. Meskipun upaya nasional saat ini mempunyai peran penting untuk meningkatkan  karakter dan kebajikan di kalangan anak muda melalui program tersebut, kekhawatiran telah menyuarakan tentang efektivitas program dan kurangnya pemikiran untuk memilih kebajikan dan mendorong nilai-nilai (Peterson & Seligman, 2004).
Selanjutnya, sebagian besar program pendidikan karakter fokus pada aturan (apa yang harus dilakukan atau tidak dilakukan) dan bukan pada siswa yang didesak untuk mengikuti aturan ini. Dibutuhkan kerangka teoretis yang mendasari pengembangan suatu karakter yang disesuaikan dengan teori perkembangan dan penelitian untuk memandu desain, pelaksanaan, dan evaluasi program (Kohn, 1997). Tidak ada yang berpendapat terhadap pentingnya meningkatkan kepedulian, jujur, adil, berani, dan remaja yang bijaksana, tetapi ada sedikit kesepakatan tentang komponen utama karakter atau kebajikan, dan bagaimana ini harus dikonseptualisasikan sebagai konstruksi psikologis.
Dalam psikologi, kerangka teori dominan untuk memahami perkembangan moral menjadi pendekatan yang dipelopori oleh Piaget (1965) dan diuraikan oleh Kohlberg (1963) dan Gilligan (1982). Pendekatan ini menganggap perkembangan moral sebagai studi kasus khusus dari perkembangan kognitif dan mengasumsikan bahwa anak-anak dan remaja melewati tahap penetapan oleh bagaimana mereka berpikir tentang dilema moral konkret dan egosentri dibandingkan abstrak dan tanpa pamrih. Sebagai tradisi, itu telah mengilhami langkah-langkah penalaran moral yang bertentangan dengan perilaku moral dan emosi moral. Meskipun literatur penelitian yang berkembang telah menyumbang banyak untuk pemahaman kita tentang sifat-sifat positif seperti altruisme, terima kasih, pengampunan, optimisme, kecerdasan sosial, kontrol diri, dan kebijaksanaan, sebagian besar penelitian ini telah difokuskan pada satu aspek karakter, meninggalkan pertanyaan yang belum terjawab tentang struktur yang mendasari karakter dalam individu (Peterson & Seligman, 2004). Beberapa individu mungkin bijaksana dan memiliki integritas tetapi tidak berani, atau sebaliknya. Dengan demikian, ada kebutuhan untuk pendekatan sistematis untuk karakter dalam hal multidimensi.
Dalam beberapa tahun terakhir, bidang baru psikologi positif telah memfokuskan kembali perhatian ilmiah tentang karakter, mengidentifikasi sebagai salah satu pilar dari lapangan dan pusat untuk memahami kehidupan psikologis yang baik (Seligman & Csikszentmihalyi, 2000). Di antara pilar psikologi positif, karakter dapat menempati peran yang paling utama. Pilar lain dari psikologi positif adalah pengalaman positif dan lembaga positif. Pengalaman positif seperti olahraga dan karakter yang baik, lembaga yang positif seperti keluarga, sekolah, dan masyarakat memudahkan individu untuk memiliki dan menampilkan karakter yang baik, tetapi lembaga ini akan positif ketika terdiri dari orang-orang dengan karakter yang baik. Psikologi positif secara khusus menekankan membangun kehidupan baik dan memenuhi dengan mengidentifikasi kekuatan karakter individu dan membina mereka (Park & ​​Peterson, 2008; Peterson, 2006; Peterson & Park, 2003). Diperlukan langkah pertama dalam proses ini yaitu memahami perkembangan kekuatan karakter secara konseptual tentang kekuatan karakter, mengidentifikasi komponen inti mereka, dan mengembangkan tindakan ilmiah yang handal dan valid dari kekuatan karakter yang sesuai untuk perbedaan kelompok budaya dan perkembangan.

  1. Klasifikasi Virtue dan Kekuatan Karakater
Peterson dan Seligman megemukakan bahwa terdapat enam virtue (kebajikan) yang dibangun oleh 24 karakter, yaitu:
1.      Wisdom and Knowledge (Kebijaksanaan dan Pengetahuan)
Terdapat lima kekuatan karakter yaitu:
a)      Kreativitas
Merupakan berpikir dengan cara yang berbeda dan produktif dalam memberi konsep dan melakukan segala sesuatu.
b)      Curiosty (Keingintahuan)
Curiosty juga dipahami sebagai rasa ingin tahu, ketertarikan, keterbukaan dalam mencari hal-hal baru, serta keinginan seseorang terhadap pengalaman dan pengetahuan.    
c)      Open Mindedness (Keterbukaan Pikiran)
Open Mindedness adalah memikirkan suatu hal secara menyeluruh dan melihat dari berbagai sisi
d)     Love Of Learning (Kecintaan Belajar)
Merupakan kekuatan karakter yang dimiliki individu dengan menyukai kegiatan yang berkaitan dengan pencarian pengetahuan baru, keterampilan umum dan senang mengembangkan ketertarikannya pada banyak hal.
e)      Perspective (Perspektif)
Kekuatan Perspektif adalah kemampuan individu untuk mengambil pelajaran dalam hidup yang dapat dijadikan bekal untuk memahami dirinya dan orang lain.
2.      Courage (Keteguhan Hati)
Virtue Courage merupakan virtue kedua yang dipahami sebagai kemampuan emosi untuk mencapai tujuan, walaupun menghadapi tuntutan eksternal dan internal. Terdapat empat karakter antara lain:
a)      Bravery (Keberanian)
Keberanian sebagai usaha memperolah ataupun mempertahankan hal yang dianggap baik bagi diri sendiri dan orang lain.
b)      Persistence (Ketekunan)
Merupakan tindakan berlanjut yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan meskipun ada hambatan, kesulitan atau keputusan.
c)      Integrity (Integritas)
Integritas merupakan keutuhan, kekukuhan, utuh, lengkap, dan keseluruhan. Individu dengan kekuatan ini menampilkan perilaku yang konsisten dengan nilai-nilai serta prinsip yang dianut oleh individu.
d)     Vitality (vitalitas)
Vitality merupakan fenomena dinamis yang berkaitan dengan fungsi aspek mental dan fisik. Semakin dominan vitality maka orang akan merasa hidup bergairah, antusias dan semangat. Vitality mengarah secara langsung pada antusiasme pada aktivitas yang mereka pilih.
3.      Humanity (Prikemanusiaan)
Humanity merupakan virtue ketiga yang dipahami sebagai sifat posistif yang berwujud kemampuan menjaga hubungan interpersonal. Humanity adalah kemampuan untuk mencintai, berbuat kebaikan sehingga mampu beradaptasi dengan lingkungan. terdapat tiga karakter antara lain:
a)      Love (Cinta)
Merupakan kemampuan untuk menerima, memberikan cinta, kepedulian pada diri sendiri dan orang lain dengan menerima kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya.
b)      Kindness (Kebaikan)
Merupakan tindakan sukarela dalam memberikan pertolongan, kepedulian kepada orang lain.
c)      Social Intellegence (Kecerdasan Sosial)
Merupakan kemampuan untuk mengenal dan mempengaruhi diri sendiri dan orang lain, sehingga dapat beradaptasi di lingkungan dengan baik.
4.      Justice (Keadilan)
Justice merupakan virtue keempat yang didefinisikan sebagai kemampuan untuk memperhatikan hak dan kewajiban untuk memperhatikan hak dan kewajiban individu dalam kehidupan komunitas. Terdapat tiga kekuatan karakter antara lain:
a)      Citizenship (Keanggotaan Kelompok)
Merupakan kemampuan untuk mengorbankan kepentingan diri sendiri demi mengutamakan kesejahteraan kelompok.
b)      Fairness (Keadilan dan Persamaan)
Kekuatan Karakter ini berkaitan dengan kesetaraan dan keadilan.. kekuatan ini memperlakukan orang lain secara sama tanpa membeda-bedakan serta tidak bias terhadap perasaannya dalam memandang orang lain, individu akan memberikan kesempatan yang sama terhadap orang lain, individu akan memberikan kesempatan yang sama terhadap orang lain sekalipun terhadap yang tidak ia sukai.
c)      Leadership (Kepemimpinan)
Kepemimpinan mengacu pada kemampuan memperlakukan, mempengaruhi, mengarahkan dan memotivasi orang lain atau kelompok untuk mencapai kesuksesan.
5.      Temperance (Kesederhanaan)
Virtue kelima yang dikemukakan ini berkaitan dengan kemampuan untuk menahan diri dan tidak melakukan sesuatu yang dianggap berlebihan. terdapat empat kekuatan karkater yaitu:
a)      Forgiveness and Mercy (Memaafkan)
Forgiveness mengandung arti adanya perubahan motivasi, yakni seseorang menjadi murah hati kepada si pembuat kesalahan. Dengan kata lain pengampunan melibatkan perubahan psikologi positif dalam individu terhadap orang yang melanggar atau pembuat kesalahan.
b)      Humality and Modesty (Kerendahan hati)
Walaupun istilah modesty dan humality sering disamakan, namun mereka memiliki perbedaan. Humality lebih bersifat internal, yaitu mengarah kepada perasaan bahwa dia bukan pusat perhatian. sedangkan modesty lebih bersifat eksternal yang berarrti bukan hanya gaya dalam berprilaku tetapi juga hanya memiliki satu gaun, satu mobil dan satu rumah.
c)      Prudence (Kebijaksanaan)
Prudence merupakan kekuatan karakter yang berorientasi pada masa depan seseorang. Hal ini tampak dalam bentuk kemampuan penalaran praktis dan pengelolaan diri, sehingga individu dapat mencapai tujuan jangka panjang secara efektif dengan mempertimbangkan konsekuensi dari tindakannya.


d)     Self Regulation (Pengendalian diri)
Self Regulation adalah kemampuan untuk mengatur perasaan dan perilaku diri kita sendiri menjadi disiplin serta mampu dalam mengontrol keinginan dan emosi. Respon ini meliputi pikiran, emosi, rangsangan, perfomansi dan perilaku lainnya
6.      Transcendence (Transedensi)
Transcendence merupakan kekuatan karakter terakhir yang dikemukakan oleh Peterson dan Seligman, kekuatan karakter ini berkaitan dengan kemampuan menjalin hubungan dengan kekuatan semesta yang lebih besar serta dalam memaknai kehidupan individu tersebut. terdapat lima kekuatan karakter yang menggambarkan  transedensi antara lain:
a)      Appreciation of beauty (Apresiasi terhadap keindahan)
Merupakan kemampuan untuk menemukan, mengenali serta mengambil kesenangan dari lingkungan fisik dan dunia sosial. Individu yang secara kuat memliki karakter ini sering merasa kagum pada hal-hal yang berkaitan dengan emosi.
b)      Gratitude (Bersyukur)
Merupakan sebuah penghargaan terhadap kemurahan hati orang lain. kekuatan ini berupa ketakjuban, rasa terima kasih dan apresiasi terhadap kehidupan itu sendiri.
c)      Hope (Harapan)
Merupakan kondisi kognitif, emosional dan motivasi meuju masa depan. Berpikir tentang masa depan, mengharapkan sesuatu terjadi sesuai dengan yang diinginkannya.
d)     Humor (humor)
Humor mungkin lebih mudah untuk dikenali daripada didefinisikan tapi diantaranya maknanya saat ini adalah: (1) kesenangan dan/atau menciptakan keaneha (2) dipandang sebagai orang yang ceria dan mampu melihat kebaikan saat mengalami kesulitan dengan mempertahankan suasana hati yang baik, (3) mampu membuat orang lain tersenyum atau tertawa.
e)      Spiritual (Spiritualitas)
spiritualitas dan religius mengacu pada keyakinan dan praktek bahwa terdapat dimensi transenden (nonfisik) didalam kehidupan. keyakinan ini bersifat mendorong dan stabil serta menentukan makna hidup dan cara manusia menjalin hubungan sosial.
  1. Hasil Penelitian Kekuatan Karakter (Nilai-nilai dalam Tindakan Proyek)
Nilai-nilai dalam Klasifikasi Kekuatan
Selama beberapa tahun, dipandu oleh perspektif psikologi positif (Seligman & Csikszentmihalyi, 2000), kami telah terlibat dalam proyek yang membahas tentang pentingnya kekuatan karakter dan bagaimana mengukur hal itu. (Park & ​​Peterson, 2006a, 2006b, 2006c; Peterson & Seligman, 2004). Proyek kami Nilai-nilai dalam Aksi (VIA) klasifikasi kekuatan berfokus pada apa yang benar tentang orang-orang dan secara khusus tentang kekuatan karakter yang berkontribusi terhadap pembangunan manusia yang optimal. Proyek ini pertama kali diidentifikasi komponen karakter yang baik dan kemudian menemukan cara untuk menilai komponen ini sebagai perbedaan individu. VIA mengidentifikasi 24 kekuatan karakter yang mengakui dan mengatur mereka di bawah enam kebajikan yang luas (lihat Tabel 6.1). Kami berpendapat bahwa setiap kekuatan dihargai secara moral dalam dirinya sendiri (Peterson & Seligman, 2004). Kontribusi paling umum dari proyek VIA adalah untuk menyediakan kosakata untuk diskusi informasi psikologis tentang kualitas pribadi dari individu yang membuat mereka layak mendapatkan pujian moral. Dalam pekerjaan kami, kebajikan adalah karakteristik inti yang dihargai oleh filsuf moral dan pemikir agama: kebijaksanaan, keberanian, kemanusiaan, keadilan, kesederhanaan, dan transendensi. enam kategori ini muncul secara konsisten dari sejarah survei (Dahlsgaard, Peterson, & Seligman, 2005). Karakter adalah seluruh rangkaian sifat-sifat positif yang muncul antar budaya.
Tabel 6.1 VIA klasifikasi kekuatan
1.    Kebijaksanaan dan kekuatan, kekuatan kognitif yang mengakuisisi dengan menggunakan pengetahuan.
a.       kreativitas: berpikir novel dan produktif dalam melakukan suatu hal
b.      rasa ingin tahu: mengambil minat dalam semua pengalaman yang sedang berlangsung
c.       keterbukaan pikiran: pemikiran suatu hal dengan cara memeriksa mereka dari semua sisi
d.      cinta belajar: menguasai keterampilan baru, topik, dan pengetahuan
e.       perspektif: mampu memberikan nasihat yang bijaksana untuk orang lain
2.    Keteguhan hati, kekuatan emosional yang melibatkan pelaksanaan kehendak untuk mencapai tujuan dalam menghadapi oposisi, baik eksternal maupun internal.
a.       kejujuran / keaslian: berbicara kebenaran dan menyajikan diri dengan cara yang tulus
b.      keberanian: tidak menyusut dari ancaman, tantangan, kesulitan, atau sakit.
c.       ketekunan: menyelesaikan apa yang dimulai
d.      semangat hidup : mendekati hidup dengan kegembiraan dan energi
3.    kekuatan interpersonal manusia yang memerlukan "merawat dan berteman" dengan orang lain.
a.       kebaikan: melakukan bantuan dan perbuatan baik untuk orang lain
b.      cinta: menghargai hubungan dekat dengan orang lain
c.       kecerdasan sosial: menyadari motif dan perasaan diri pada orang lain
4.    Keadilan, kekuatan yang mendasari kehidupan masyarakat sehat
a.       keadilan: memperlakukan semua orang sama sesuai dengan gagasan keadilan
b.      Kepemimpinan: mengorganisir kegiatan kelompok dan melihat yang terjadi pada mereka
c.       kerja tim: bekerja dengan baik sebagai anggota kelompok/ grup
5.    Kesederhanan-kekuatan yang melindungi terhadap kelebihan.
a.       Memaafkan: mengampuni mereka yang telah berbuat salah
b.      kerendahan hati: membiarkan prestasi seseorang berbicara sendiri
c.       kebijaksanaan: berhati-hati tentang pilihan seseorang; tidak mengatakan atau melakukan hal-hal yang mungkin nanti akan menyesal
d.      Pengendalian Diri: Mengatur dan melakukan apa yang dirasa
6.    Transedensi, Melampaui kekuatan yang membangun koneksi ke alam semesta yang lebih besar dan memberikan makna.
a.       apresiasi keindahan: memperhatikan dan menghargai keindahan, keunggulan, dan / atau kinerja terampil dalam semua domain kehidupan
b.      syukur: menyadari dan bersyukur untuk hal-hal baik yang terjadi
c.       harapan: mengharapkan yang terbaik dan bekerja untuk mencapainya
d.      humor: menyukai tertawa dan bercanda; membawa senyum ke orang lain
e.       spiritualitas / religiusitas: memiliki keyakinan yang koheren tentang tujuan yang lebih tinggi dan arti hidup.

Sejarah penting bagi kehidupan yang baik. kekuatan karakter adalah proses psikologis atau mekanisme yang mendefinisikan kebajikan. Rute mereka dibedakan untuk menampilkan satu atau lain dari kebajikan. Kekuatan ini yang diakui dan dihargai, meskipun individu tertentu akan jarang menampilkan semua (Walker & Pitts, 1998). kekuatan karakter adalah bagian dari ciri-ciri kepribadian yang bernilai moral. Introversi dan extraversion, misalnya, adalah ciri-ciri tanpa beban moral. Sebaliknya, kebaikan dan kerja sama tim secara moral dihargai, yang mereka anggap kekuatan karakter. Implikasinya, oleh karena itu, karakter yang baik adalah:
1.    Macam-macam sifat positif yang ada di perbedaan-perbedaan individu: dalam prinsip kekuatan yang berbeda bahwa orang memiliki derajat yang bervariasi;
2.    ditampilkan di pikiran, perasaan, dan tindakan;
3.    fleksibel di seluruh jangka hidup;
4.    terukur; dan
5.    tunduk pada berbagai pengaruh oleh faktor kontekstual, proksimal dan distal. Konseptualisasi karakter yang baik memiliki implikasi penting untuk penilaian. Setelah kami mengindentifikasi kekuatan karakter dan kebajikan, kami fokus tentang bagaimana mengukur mereka (Park & ​​Peterson, 2005, 2006a, 2006c; Peterson & Seligman, 2004).

  1. Pengembangan dalam Mengukur Kekuatan Karakter
Pendekatan untuk pengukuran penting karena beberapa alasan. Pertama, kami mendekati karakter yang baik sebagai satu kesatuan sifat-sifat positif yang tercermin dalam pikiran, perasaan, dan perilaku. Karakter adalah sifat yang harus diukur dengan cara yang adil (Walker & Pitts, 1998). Penyampaian multidimensionalitas karakter yang baik, disebut sebagai komponen kekuatan karakter. Salah satu kebutuhan untuk berhati-hati tentang mencari indikator tunggal karakter yang baik. Terdapat alasan bagi peneliti untuk menahan diri dari menilai komponen tunggal karakter yang baik atau harapan, akan tetapi menyesatkan untuk kemudian mengobati komponen tunggal ini sebagai seluruh karakter. Individu mungkin sangat baik atau sangat berharap tetapi tidak memiliki komponen lain dari karakter yang baik. Mereka tentu saja dapat digambarkan sebagai jenis atau harapan, tetapi hanya seperti itu. Peneliti tertarik dengan menilai karakter itu dalam jangkauan penuh. karakter yang baik hanya dapat ditangkap oleh satu set komponen orang yang berbeda-beda.
Kedua, kami mendekati karakter sebagai perbedaan-perbedaan individu yang ada dalam derajat. Komponen karakter yang baik harus dinilai dengan cara-cara yang memungkinkan gradasi. Orang sering berbicara tentang karakter sebagai hadiah vs absen (misalnya, "karakter harus dikembalikan ke sekolah"), tetapi pernyataan seperti itu retoris dan bertentangan dengan definisi yang dianggap berkelakuan baik. Sekali lagi, peneliti perlu berhati-hati tentang mencari indikator tunggal dari karakter yang baik atau bahkan satu indikator dari komponen karakter yang baik. Beberapa "indikator" yang penting pada mereka dapat dinilai dengan sederhana misalnya, pantang seksual atau ketenangan di kalangan remaja. Namun, perilaku ini harus dianggap hanya sebagai indikasi dari diri mereka sendiri, bukan tanda-tanda sebagai sempurna kehati-hatian sebagai suatu sifat dan tentu saja tidak dari karakter yang baik dalam arti luas. Jika ada di luar perilaku tertentu, para peneliti dapat bertanya tentang berbagai perilaku dan mencari benang merah. langkah-langkah kami  berbeda dari pekerjaan sebelumnya seperti langkah-langkah dalam mencari perkembangan internal bahwa mereka mengukur kekuatan secara terpisah dengan sejumlah item daripada membentuk skor di indikator (Leff ert et al., 1998 ; Scales, Benson, Leff ert, & Blyth, 2000).
Ketiga, berbeda dengan penelitian kompetensi moral yang menekankan pemahaman aturan moral, pekerjaan kami berasal dari tradisi filsafat yang menekankan kebajikan moral, disposisi seperti yang dituturkan dalam berbagai pikiran, perasaan, dan perilaku. Pendekatan memisahkan pekerjaan kita dari orang lain yang mendekati kompetensi moral dalam hal penalaran moral atau nilai-nilai abstrak (misalnya, Schwartz, 1994). Keempat, kami mengidentifikasi kebajikan inti yang diakui di seluruh budaya dunia dan sepanjang sejarah (Dahlsgaard, Peterson, & Seligman, 2005; Park, Peterson, & Seligman, 2006) dan memikirkan cara yang berbeda yang mewujudkan kebajikan. Kekuatan karakter bisa mengeluarkan budaya terikat, dan dapat menimbulkan potensi dalam diri.
Terakhir, tindakan kami tidak hanya memungkinkan perbandingan kekuatan karakter seluruh individu tetapi juga dapat mencetak dan mengidentifikasi individu terhadap kekuatan lainnya. Membantu orang untuk menggunakan kekuatan mereka di tempat kerja, cinta, dan bermain dapat memberikan mereka rute ke kehidupan psikologis yang positif (Seligman, 2002). Proyek penamaan kekuatan ini untuk seorang individu, dan mendorong penggunaannya layak studi. (Park & ​​Peterson, 2006a, 2006b; Peterson, Park, & Seligman, 2005; Peterson & Seligman, 2004). Selain kuesioner laporan diri, kami telah menyusun dan mengevaluasi beberapa metode berbeda: (A) fokus untuk makna sehari-hari antara kekuatan karakter dan perbedaan kelompok; (B) wawancara terstruktur untuk mengidentifikasi apa yang kita sebut kekuatan karakter; (C) laporan informan (misalnya, oleh orang tua, guru atau teman sebaya) tentang bagaimana sasaran individu mendapatkan kesempatan (atau tidak) dengan kekuatan yang sesuai karakter (misalnya, terbuka ketika menghadapi keputusan yang sulit atau harapan ketika menghadapi kemunduran); (D) studi kasus teladan dijadikan sebagai kekuatan spesifik; dan (E) prosedur analisis isi untuk menilai kekuatan karakter dari deskripsi terstruktur diri dan orang lain. Masing-masing metode memungkinkan untuk studi dari berbagai orang yang usia dan situasi berbeda, yang dilengkapi keterbatasan metode survei populer.
Misalnya, untuk mempelajari kekuatan karakter anak-anak berusia 3 sampai 9 tahun, kami menggunakan konten analisis metode deskripsi orangtua dari anak-anak mereka (Park & ​​Peterson, 2006b). Langkah-langkah dari kekuatan karakter yang kami kembangkan adalah relatif efisien, tetapi mereka yang menentukan waktu, dan responden yang lebih muda kadang-kadang membutuhkan pengawasan untuk mencegah adanya efek perubahan karena banyaknya perhatian. Namun, siapa pun yang tertarik dalam menilai kekuatan karakter perlu menghargai bahwa tidak ada jalan pintas untuk mengukur karakter yang baik. Tidak ada pertanyaan yang menilai kemampuan intelektual dari peneliti dan peserta penelitian. Penilaian kompetensi moral yang ada sederhana dan tentunya tidak kalah penting (Park & ​​Peterson, 2005). Proyek VIA adalah pekerjaan yang sedang berjalan. Perubahan dan pengukuran diharapkan sebagai data empiris.
VIA- Survey Remaja
VIA-Remaja merupakan survei laporan diri yang memungkinkan untuk menilai secara komprehensif dari 24 karakter kekuatan di kalangan usia muda 10-17 tahun. Penilaian terjadi dalam satu sesi rata-rata 45 menit. Saat ini ukuran VIA-Remaja berisi 198 item (7-9 item untuk masing-masing 24 kekuatan). Misalnya, kekuatan karakter ketekunan diukur dengan item seperti "Ketika saya memulai sebuah proyek, saya selalu menyelesaikannya." Kebaikan diukur dengan item seperti "Saya sering melakukan hal-hal baik untuk orang lain tanpa diminta." Responden menggunakan 5-point skala untuk menunjukkan apakah item adalah 'sangat banyak seperti saya "(5) atau' 'tidak seperti saya sama sekali" (1). skor subskala dibentuk oleh rata-rata item yang relevan. Survei menghasilkan bukti kuat dari kehandalan (Alpha dalam semua kasus melebihi 0,70) dan validitas konstruk. kehandalan tes-tes ulang lebih dari 6 bulan adalah substansial untuk masing-masing 24 kekuatan (korelasi dalam semua kasus melebihi 0,45), menunjukkan stabilitas baik konsisten dengan pandangan bahwa kekuatan karakter sebagai sifat. Informasi lebih lanjut tentang survei VIA-Remaja dapat ditemukan secara online di www.viastrengths.org. Klasifikasi kekuatan terdapat enam hal kebajikan inti yang didasarkan pada gagasan filosofis priori, bukan harapan yang persis dari sifat-sifat positif dalam struktur empiris. analisis faktor eksplorasi telah mengungkapkan solusi empat faktor yang mudah ditafsirkan.
Faktor 1 terdiri dari kekuatan kesederhanaan: kehati-hatian, pengendalian diri, dan ketekunan, ditambah keaslian. Faktor 2 ditangkap oleh intelektual kekuatan-lebih luas, kekuatan kognitif cinta belajar, kreativitas, rasa ingin tahu, apresiasi keindahan, keadilan, dan keterbukaan pikiran. Faktor 3 dapat diberi label kekuatan teologis karena beban terkuat adalah harapan, spiritualitas, dan kasih (lih Aquinas, 1989); termasuk juga semangat, rasa syukur, kecerdasan sosial, dan kepemimpinan. Faktor 4 memerlukan kekuatan lainnya yaitu kesopanan, kebaikan, kerja sama tim, dan keberanian, yang berarti kita dapat mengidentifikasi faktor ini sebagai salah satu persekutuan atau kolektivisme. Akhirnya, perlu dicatat bahwa "keberanian" merupakan item yang menanyakan apakah responden berdiri untuk orang lain. Struktur VIA-Remaja dengan skala kompatibel dengan Lima skema besar sifat kepribadian dasar, yang kita harapkan mengingat konsepsi kekuatan karakter sebagai sifat-sifat positif. Namun, VIA-Remaja bukan hanya cara yang berbeda untuk memastikan lima skema besar tersebut. VIA-Remaja mencerminkan sesuatu yang lebih spesifik dari lima skema besar yaitu kekuatan karakter moral. Misalnya, dalam analisis kami, VIA-Remaja menjelaskan kepuasan hidup di atas-dan-luar kontribusi lima skema tindakan (Park & ​​Peterson, 2006a). Demikian kekuatan karakter merupakan konstruksi psikologis khas yang perlu dipelajari oleh mereka sendiri.
Temuan empiris
Bukti mengenai korelasi dan hasil positif dari kekuatan karakter terakumulasi, dan jelas bahwa kekuatan karakter tertentu terkait dengan kesejahteraan antara anak-anak dan remaja. Secara keseluruhan, remaja menunjukkan sebagian besar komponen karakter yang baik (Park & ​​Peterson, 2006a). Meskipun persepsi negatif luas misalnya remaja, bahwa mereka belum dewasa, egosentris, impulsif, tidak bahagia, dan tidak bertanggung jawab pada mayoritas orang muda telah mengembangkan seperangkat kekuatan karakter. Di antara mereka, rasa syukur, humor, dan cinta, adalah umum; sedangkan kehati-hatian, pengampunan, spiritualitas, dan pengendalian diri yang kurang umum, banyak seperti yang ditemukan di antara orang dewasa. Secara umum, interpersonal, kekuatan kemanusiaan lebih sering dikembangkan dan ditampilkan daripada kekuatan kesederhanaan. Menurut Bok (1995), kekuatan hubungan antar manusia dengan nilai-nilai universal yang diperlukan untuk masyarakat yang layak. Meskipun ada tingkat konvergensi ketika membandingkan kekuatan relatif di kalangan remaja dan orang dewasa, ada juga yang memiliki perbedaan-perbedaan (Park, Peterson, & Seligman, 2004b). Secara khusus, harapan, kerja sama tim, dan semangat relatif lebih umum di antara remaja daripada orang dewasa, sedangkan apresiasi keindahan, kejujuran, kepemimpinan, pengampunan dan keterbukaan pikiran relatif lebih umum di antara orang dewasa daripada remaja. Ini kekuatan terakhir bisa dibilang memerlukan pematangan yang akan ditampilkan. Untuk anak-anak yang sangat muda, kekuatan yang paling umum dari karakter yang cinta, kebaikan, kreativitas, rasa ingin tahu, dan humor (Park & ​​Peterson, 2006b).
Pendidik dan orang tua sering mencoba untuk menanamkan kekuatan karakter anak-anak yang nilai orang dewasa. Namun, hal ini juga penting untuk mengetahui bahwa anak-anak dan remaja secara alami sudah memiliki banyak komponen karakter yang baik. Jika tidak ada perhatian kepada mereka, anak-anak bisa kehilangan karakter saat mereka dewasa. Kekuatan karakter cinta, harapan, dan semangat secara konsisten terkait dengan kepuasan hidup untuk individu di semua usia (Park, Peterson, & Seligman, 2004a). Di antara remaja, indikator paling kuat dari kepuasan hidup adalah cinta, rasa syukur, harapan, dan semangat. Di antara anak-anak antara usia 3 dan 9 tahun, yang dijelaskan oleh orang tua mereka dengan menunjukkan cinta, semangat, dan harapan juga digambarkan sebagai kebahagiaan. perbedaan-perbedaan perkembangan yang tersirat dalam temuan ini. Syukur menunjukkan asosiasi dengan kepuasan hidup hanya sebagai anak menjadi lebih tua, dan rasa ingin tahu berkaitan dengan kepuasan hidup hanya di kalangan orang dewasa. Mengingat bahwa rasa ingin tahu adalah salah satu kekuatan karakter yang paling umum di antara anak-anak, temuan ini sangat menarik. Sebagian besar anak-anak secara alami ingin tahu, yang berarti bahwa kekuatan ini tidak terdapat perbedaan antara mereka yang bahagia dan kurang bahagia. Tetapi hanya mereka dewasa yang masih mampu mempertahankan rasa ingin tahu. Adalah penting bahwa pendidik, orang tua, dan para pemimpin program remaja tidak menyurutkan rasa ingin tahu alami antara anak-anak dan memang membantu mereka untuk menggunakannya secara konstruktif dalam belajar dan bermain mereka. Selanjutnya, dalam studi yang berkelanjutan dengan siswa sekolah menengah, kekuatan karakter tertentu seperti cinta, harapan, dan semangat pada awal tahun ajaran yang terkait dengan peningkatan tingkat kepuasan hidup pada akhir tahun ajaran (Park & ​​Peterson, 2006a). Namun, proyek dalam arah yang berlawanan bahwa kepuasan hidup meningkat dengan tingkat selanjutnya dari kekuatan karakter yang tidak didukung.
Artinya, kekuatan karakter tertentu tidak hanya terkait dengan menyajikan kebahagiaan tetapi juga menyebabkan kebahagiaan nantinya. Menimbang bahwa kepuasan hidup sangat penting untuk kesehatan, hubungan yang baik, sukses, dan kesejahteraan di segala usia (Lyubomirsky, Raja, & Diener, 2005; Park, 2004b), kekuatan karakter merupakan jalur penting untuk kehidupan yang baik. Sebuah temuan yang menarik adalah bahwa kekuatan pengaturan diri orangtua sangat terkait dengan kepuasan hidup anak nya, meskipun tidak sangat terkait dengan kepuasan orang tua sendiri. Temuan ini menunjukkan bahwa orang tua mandiri menyediakan lingkungan yang lebih stabil untuk anak-anak mereka, di mana mereka lebih cenderung untuk menjalani hidup. Temuan ini lebih lanjut menunjukkan bahwa budidaya kekuatan pengendalian diri adalah penting bagi semua orang dewasa yang bekerja dengan anak-anak dan remaja. "Popular" siswa (diidentifikasi oleh penilaian guru) lebih mungkin untuk mencetak tujuan VIA-Remaja dalam mengukur kekuatan sipil seperti kepemimpinan, keadilan dan kekuatan kesederhanaan seperti pengendalian diri, kehati-hatian, dan pengampunan. Menariknya, tidak ada kekuatan kemanusiaan seperti cinta dan kebaikan yang terkait dengan popularitas, menunjukkan bahwa kekuatan ini dapat digunakan (atau tidak) dalam berbagai lingkaran sosial, "populer" dan "tidak populer" (lih Park & ​​Peterson, 2006a ). interaksi teman sebaya dan hubungan sosial di antara anak-anak dan remaja menjadi lebih penting selama tahun-tahun sekolah.
Menjaga hubungan baik dan popularitas terkait dengan perkembangan psikologis yang lebih baik dan penyesuaian di sekolah (Berndt, & Keefe, 1995; Cillessen, & Rose, 2005; Hartup, 1996). Namun, ditindas, menjadi tidak populer, dan kesepian memiliki dampak negatif pada perkembangan emosi dan sosial anak (Bierman, 2004; Hanish & Guerra, 2002). Mungkin kekuatan karakter siswa dapat menjadi cara untuk mencegah masalah sosial yang mungkin dan lebih jauh lagi untuk meningkatkan kesempatan bagi anak-anak dalam membangun hubungan yang sehat dengan konsekuensi positif seumur hidup. kekuatan karakter juga terkait dengan psikopatologi kurang di kalangan remaja. Kekuatan, harapan, semangat, dan kepemimpinan yang manjadi substansial terkait dengan masalah internalisasi lebih sedikit seperti depresi dan gangguan kecemasan, sedangkan kekuatan dari ketekunan, kejujuran, kehati-hatian, dan cinta yang substansial terkait dengan masalah eksternalisasi sedikit seperti agresi. Perbedaan dari kekuatan karakter yang terkait dengan kurangnya masalah internalisasi dan eksternalisasi. Sekali lagi, membangun dan meningkatkan kekuatan tertentu bisa menjadi strategi penting untuk memberikan faktor protektif terhadap masalah remaja umum (Park & ​​Peterson, 2008).
Hubungan antara prestasi dan kekuatan karakter akademik diperiksa dalam studi longitudinal dengan 250 siswa menggunakan nilai saja (Park & ​​Peterson, 2007). Setelah mengontrol nilai IQ siswa, ditemukan bahwa kekuatan karakter seperti ketekunan, keadilan, rasa terima kasih, kejujuran, harapan, dan perspektif diprediksi di akhir tahun melalui IPK (Indeks Prestasi Kumulatif). Temuan ini penting karena menunjukkan bukan kekuatan intelektual yang berpengaruh terhadap karakter prestasi akademik. Temuan ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa perilaku prososial memprediksi prestasi akademik di dalam dan di luar kemampuan intelektual individu (Caprara, Barbaranelli, Pastorelli, Bandura, & Zimbardo, 2000; Wentzel, & Caldwell, 1997). Kami memeriksa hubungan orangtua dan anak dengan sampel 395 pasang anak-anak dan orang tua atau wali. Kami menemukan tingkat hubungan antara orang tua dan kekuatan anak-anak mereka, terutama untuk ibu-anak dan ayah-anak. Tingkat terbesar hubungan anak-orang tua adalah untuk spiritualitas. Hal ini konsisten dengan pekerjaan lain yang menunjuk ke keluarga (sebagai lawan rekan-rekan atau sekolah) sebagai arena utama untuk sosialisasi agama (Peterson & Seligman, 2004).
Namun, sumber hubungan orangtua dan anak ini misalnya tidak jelas, modeling, orangtua, lingkungan psikososial atau fisik bersama, kecenderungan biogenetika umum, atau variabel lain. Sebuah studi memberikan wawasan tentang asal-usul kekuatan karakter (Steger, Hicks, Kashdan, Krueger, & Bouchard, 2007). Peneliti mencoba untuk meneliti pengaruh keturunan, lingkungan bersama, dan lingkungan kecil untuk masing-masing 24 kekuatan karakter. Semua kekuatan dipengaruhi oleh faktor keturunan dan lingkungan “kecil” seperti teman-teman, sekolah, dan masyarakat. Namun, para peneliti juga menemukan bahwa beberapa kekuatan seperti cinta belajar, semangat, dan keterbukaan pikiran dipengaruhi oleh lingkungan keluarga bersama. Temuan ini tidak biasa dalam studi, yang jarang menemukan pengaruh lingkungan bersama pada variabel psikologis yang berpengaruh pada genetik. Kekuatan cinta, humor, kesopanan, dan kerja sama tim dipengaruhi oleh lingkungan kecil, temuannya yaitu pendidik harus menyadari ketika mereka mengembangkan program yang mungkin akan berhasil. kekuatan ini mungkin target cocok untuk intervensi berbasis sekolah.




  1. Implikasi kekuatan Karakter
Temuan ini memiliki implikasi signifikan untuk pendidik, profesional kesehatan mental, dan pembuat kebijakan yang peduli tentang pengembangan karakter positif remaja. Pertama, sekolah harus mulai untuk mengukur aset siswa seperti kekuatan karakter. Langkah-langkah dari masalah, defisit, dan kelemahan memiliki garis keturunan yang panjang dalam pendidikan dan kesehatan mental, sedangkan langkah-langkah pembangunan yang positif seperti kekuatan karakter dan kebajikan yang dikembangkan (Moore, Lippman, & Brown, 2004). Para peneliti menilai perilaku dan hasil yang diinginkan masyarakat untuk mencegah kalangan muda dalam hal: kekerasan, penyalahgunaan zat, putus sekolah, kegagalan akademis, dan depresi. Untuk sebagian besar, sekolah jarang memantau perkembangan positif dan hasil, meskipun proliferasi program pendidikan karakter. Jika masyarakat benar-benar menghargai karakter yang baik di antara siswa, peneliti harus mulai menilai karakter dan memperhatikan perkembangannya. Masyarakat harus menganggap serius apa yang peneliti temukan. Penelitian menemukan bahwa semua sekolah di Amerika Serikat mengukur kemampuan mahasiswa  akademik dan memantau kemajuan belajar. Kami berharap bahwa sekolah suatu hari nanti akan menilai kekuatan karakter siswa dan merekam mereka pada kartu laporan.
Kedua, pendidik dan pembuat kebijakan berkaitan dengan mendidik agar siswa bahagia, sehat, dan sukses akan terpenuhi untuk kekuatan karakter. Penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa kekuatan dari "hati" yang menghubungkan orang bersama-sama seperti cinta dan syukur yang jauh lebih kuat terkait dengan kesejahteraan daripada kekuatan dari kreativitas, berpikir kritis, dan apresiasi estetika (Park, Peterson, & Seligman, 2004a, 2004b). Pendidikan formal menekankan kekuatan karakter, tetapi jika salah satu tujuan pendidikan adalah untuk mendorong kehidupan yang baik, hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan perhatian juga untuk pengembangan karakter yang seimbang. Penelitian kami juga menunjukkan bahwa prestasi akademik siswa secara signifikan dipengaruhi oleh seperangkat kekuatan karakter dan intelektual. kekuatan karakter tertentu tidak hanya akan membuat siswa lebih bahagia, sehat, dan terhubung lebih sosial tetapi juga membantu mereka mencapai nilai yang lebih baik. karakter siswa merupakan sebuah kebutuhan.
Ketiga, mengingat pentingnya karakter untuk kehidupan psikologis yang baik, pertanyaan tentu saja timbul tentang bagaimana karakter yang baik dapat dipelihara. pekerjaan ini masih dalam tahap awal, dan sampai saat ini, hanya segelintir kekuatan karakter yang telah dipertimbangkan secara serius. Tampaknya berbagai pengaruh berkontribusi pada pengembangan karakter yang baik genetik, keluarga, sekolah, teman sebaya, dan masyarakat. Menurut Aristoteles, kebajikan merupakan cerminan dari karakter individu, dapat diajarkan dan diakuisisi oleh mempraktikkannya. Aquinas lebih jauh berpendapat bahwa kebajikan adalah kebiasaan orang dalam mengembangkan dengan memilih yang baik dan konsisten bertindak sesuai dengan itu. Ulama menekankan bahwa karakter harus dikembangkan oleh tindakan dan tidak hanya dengan berpikir atau berbicara tentang hal itu (misalnya, Maudsley, 1898). Berbagai gagasan tentang karakter yang baik secara konsisten dapat ditanamkan oleh orangtua yang baik, pendidikan, dan sosialisasi melalui tindakan kebiasaan. program pengembangan karakter harus mengajarkan kegiatan secara spesifik dan mendorong remaja untuk tetap menggunakan karakter tersebut yang terbiasa dalam kehidupan sehari-hari. Juga, pendidikan karakter secara individual berdasarkan kekuatan karakter masing-masing siswa mungkin lebih efektif dari program umum untuk semua siswa. meneriakan slogan-slogan, memasang spanduk tidak akan efektif sebagai menciptakan program individual bagi setiap siswa yang mendorong dia untuk berperilaku berbeda (Park & ​​Peterson, 2008). Model peran positif juga penting untuk pembangunan karakter (Bandura, 1977; Radke- Yarrow, Zahn-Waxler, & Chapman, 1983; Sprafk di, Liebert, & Poulos 1975). orang dewasa yang penting dalam kehidupan remaja 'seperti orang tua, guru, pemimpin program pengembangan remaja, dan pelatih olahraga mungkin memainkan peran sebagai mentor karakter. Jika orang dewasa menghargai dan ingin mengajar anak-anak karakter yang baik, mereka harus mulai menunjukkan melalui tindakan mereka.
Keempat, pendekatan multidimensional untuk kekuatan karakter memiliki implikasi praktis bagi guru dan profesional kesehatan mental. klasifikasi VIA menyediakan kosakata untuk orang-orang untuk berbicara tentang kekuatan karakter dengan cara yang tepat. Hanya mengatakan bahwa siswa memiliki (atau tidak memiliki) karakter yang baik tidak mengarah ke mana pun. Sebaliknya, menggunakan klasifikasi VIA, guru dan profesional kesehatan mental dapat menggambarkan kekuatan karakter yang menjadi ciri setiap siswa. Seperti disebutkan sebelumnya, langkah-langkah VIA tidak hanya memungkinkan perbandingan kekuatan karakter seluruh individu tetapi juga di dalam individu. Artinya, langkah-langkah VIA dapat menjadi skor untuk mengidentifikasi " kekuatan " terhadap kekuatan lainnya. Kami percaya bahwa setiap orang memiliki kekuatan tersebut. pendekatan berbasis kekuatan sangat berguna untuk siswa dengan riwayat cacat atau prestasi rendah. Ketika kita membandingkan siswa terhadap norma atau  siswa lain, seperti yang sering kita lakukan, sulit untuk menemukan sesuatu di mana mereka baik. Namun, jika kita membandingkan 24 kekuatan dalam siswa, kita dapat mengidentifikasi kekuatan yang lebih kuat dari yang lain. Guru profesional dapat membantu siswa untuk menggunakan kekuatan ini dalam kehidupan mereka, di sekolah dan di luar sekolah.
Pendekatan berbasis kekuatan karakter dapat digunakan dengan siswa di tingkat manapun. Karena kekuatan telah dimiliki maka lebih mudah dan lebih menyenangkan bagi siswa untuk bekerja dengan hal itu. Sekali siswa membangun kepercayaan diri  mereka dengan tetap menggunakan kekuatan karakter mereka, mereka dapat diajarkan bagaimana menggunakan kekuatan tersebut pada kelemahan. Hal ini membuat frustrasi dan sulit untuk bekerja hanya pada kelemahan dan masalah dari awal. Seringkali siswa menyerah awal atau menjadi defensif tentang masalah mereka. Namun, jika diskusi dan intervensi mulai dengan kekuatan siswa dapat membangun hubungan dan meningkatkan motivasi. Efek dari pendekatan kekuatan harus lebih besar dari intervensinya.
Dalam sebuah penelitian dengan orang dewasa, individu menyelesaikan survei VIA dan megidentifikasi kekuatan karakkter mereka, yang mereka kemudian diminta untuk menggunakan cara baru (Seligman, Steen, Park, & Peterson, 2005). Sehubungan dengan kelompok pembanding tanpa instruksi ini, orang-orang ini menunjukkan peningkatan yang berarti dalam kebahagiaan serta penurunan depresi pada 6 bulan berikutnya. Tidak mengherankan, perubahan ini hanya jika peserta penelitian melanjutkan untuk menemukan cara-cara baru untuk menggunakan kekuatan mereka. Menemukan cara baru untuk menggunakan kekuatan karena itu penting dalam pertumbuhan pribadi yang sedang berlangsung dalam melanjutkan hidup. Saat ini sedang berlangsung studi analog dengan remaja.








BAB III
PENUTUP

Kekuatan karakter adalah kesatuan dari sifat-sifat positif yang terwujud dalam berbagai pikiran, perasaan, dan tindakan. Mereka adalah dasar dari perkembangan yang sehat seumur hidup. Mereka sangat penting untuk kesejahteraan seluruh masyarakat. Bukti mengumpulkan bahwa kekuatan karakter memainkan peran penting dalam pengembangan remaja positif, tidak hanya faktor pelindung secaraluas, mencegah atau mengurangi psikopatologi dan masalah, tetapi juga kondisi ini dapat dikembangkan dan ditumbuhkan dengan baik. Anak-anak dan remaja dengan memiliki kekuatan karakter akan lebih bahagia, lebih baik di sekolah, lebih populer di kalangan rekan-rekan, dan memiliki lebih sedikit masalah psikologis. Kekuatan ini dapat dipelihara dan diperkuat oleh pola asuh yang tepat, sekolah, berbagai program pembangunan remaja, dan masyarakat yang sehat. Studi dari kekuatan karakter melampaui fokus pada masalah dan ketidakhadiran mereka untuk mencerminkan perkembangan yang sehat. Proyek VIA mendukung premis psikologi positif yang memperhatikan karakter yang baik tentang apa yang dilakukan seseorang dengan baik menyoroti apa yang membuat hidup layak hidup.
Tujuan dari pengembangan remaja positif seharusnya tidak sekadar bertahan dalam menghadapi kesulitan, tetapi berkembang dan terus berkembang. masalah terfokus tidak hanya dalam mengurangi dan menyelesaikan masalah. Tapi, mereka tidak selalu mempersiapkan remaja untuk memiliki kehidupan yang sehat yang terpenuhi dan produktif. Sebaliknya, kekuatan karakter ini lebih baik, tidak hanya mencegah atau mengurangi masalah dalam jangka pendek secara spesifik tetapi juga membangun dalam jangka panjang moral, sehat, dan orang-orang bahagia yang bisa mengatasi tantangan dalam hidup dan menikmati kehidupannya dengan baik (Albee, 1996; Cowen, 1994, 1998; Durlak, 1997; Elias, 1995; Lerner & Benson, 2003). Tidak ada yang akan menjalani hidup tanpa tantangan dan kemunduran, tetapi untuk tingkat bahwa orang-orang muda memiliki kepuasan hidup yang lebih tinggi, kekuatan karakter yang lebih besar, dan dukungan sosial yang lebih baik, mereka akan mengalami masalah psikologis atau fisik lebih sedikit dan bangun dari kesulitan yang dimiliki(misalnya, Cobb 1976; Peterson, Park, & Seligman, 2006). Franklin D. Roosevelt berkata, "Kita tidak bisa selalu membangun masa depan untuk generasi muda kita, tetapi kita dapat membangun generasi muda kita untuk masa depan." Kita tahu sedikit tentang mekanisme perkembangan positif dan berkembang (Pittman, 2000), dan bagaimana mereka mungkin menghalangi gangguan psikologis. Studi masa depan akan terus berlanjut dengan menggunakan temuan empiris untuk memahami struktur karakter, perkembangannya, intervensi efektif, dan proses yang kekuatan karakter menimbulkan perilaku sehat. Karakter adalah kekuatan vital bagi individu dan kesejahteraan sosial. Kami berharap lebih banyak orang tua, guru, dan pembuat kebijakan akan mengenali dan merayakan karakter yang baik di kalangan anak muda. Kami bermimpi hari ketika kita akan melihat stiker menyatakan: "Saya orang tua bangga pada anak yang Aneh, baik, dan selalu bersyukur. "

























DAFTAR PUSTAKA

Aulia, Farah. 2015. Aplikasi Psikologi Positif dalam Konteks Sekolah. Psychology Forum
UMM.

Huebner, E Scoot. Furlong, Michael J. Gilman, Rich. 2009. Handbook of positive psychology
positif in scholl. Routledge Taylor and Francis Group



















GLOSARIUM
Akuisisi           : Perolehan, memperoleh.
Altruisme        : Sifat mementingkan kepentingan orang lain
Apresiasi         :Suatu proses melihat, mendengar, menghayati, menilai menjiwai atau      menghargai terhadap suatu karya seni ataupun perbuatan
Asosiasi           :Kelompok sosial yang memiliki tujuan yang telah di tentukan dalam ikatan tersebut
Defisit             :Suatu kekurangan
Depresi            :Suatu keadaan seseorang yang ditandai dengan perasaan yang merosot (seperti: muram, sedih, perasaan tertekan)
Distal               :Faktor tidak langsung
Eksplisit          :Terus terang, tegas, tidak berbelit-belit  (sehingga orang dapat menangkap maksudnya dengan mudah)
Ekstraversi      :Sifat yang memiliki kepribadian yang terbuka dan senang bergaul, serta memiliki kepedulian yang tinggi terhadap apa yang terjadi di sekitar mereka.
Empiris            :Berdasarkan pengalaman (terutama yang diperoleh dari penemuan, percobaan, pengamatan yang telah dilakukan
Gradasi            : Tingkat dalam peralihan suatu keadaan pada keadaan lain
Integritas         : Mutu, sifat, keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan
Introversi         : Cenderung pendiam, suka merenung, dan lebih perduli tentang pemikiran mereka dalam dunia mereka sendiri.
Karakter          : Tabiat, kebiasaan atau sebuah sistem keyakinan dan kebiasaan yang mengarahkan tindakan seorang individu
Kompatibel     : Mampu bergerak dan bekerja dengan keserasian, kesesuaian
Kreativitas       : Kemampuan untuk mencipta, daya cipta
Oposisi            : Pertentangan antara dua pernyataan
Patologi           :Cabang kimia tentang aspek kimia dari sifat penyakit khususnya yang menyangkut perubahan fungsi (faali) dan struktur (morfologi) yang diakibatkan oleh penyakit itu
Prevalensi        : Hal yang umum: Kelaziman
Proksimal        : Faktor langsung
Proliferasi        : Perkembangan/Pertumbuhan
Psikopatologi  : Bagian psikologi yang menjadikan gejala kejiwaan sebagai objeknya
Teologi            :Ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keyakinan beragama.
Transedensi     :Kekuatan karakter yang berkaitan dengan kemampuan menjalin hubungan dengan kekuatan semesta yang lebih besar serta dalam memaknai kehidupan individu tersebut.
Watak              :Sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar